REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengutarakan keinginannya untuk memiliki senjata nuklir. Menurut dia, tak adil jika negaranya dilarang memiliki jenis senjata tersebut.
“Beberapa negara memiliki rudal dengan hulu ledak nuklir, bukan satu atau dua. Tapi (mereka memberitahu), kami tidak bisa memilikinya. Ini saya tidak bisa terima,” kata Erdogan pada Rabu (4/9), dikutip laman the Times of Israel.
Dia berpendapat, tidak ada negara maju di dunia yang tak mempunyai senjata nuklir. Erdogan pun meyakini bahwa Israel memilikinya. “Kami memiliki Israel di dekatnya, seperti halnya semua tetangga. Mereka menakut-nakuti (bangsa lain) dengan memiliki ini. Tidak ada yang bisa menyentuh mereka,” ujarnya.
Sejumlah sumber menyebut bahwa Israel memiliki puluhan, bahkan ratusan senjata nuklir. Israel tak membantah atau mengonfirmasi laporan tersebut sesuai dengan ambiguitas kebijakan nuklirnya.
Pernyataan Erdogan itu tampaknya menentang ketentuan-ketentuan Perjanjian Nonprofilerasi Nuklir yang turut ditandatangani Turki pada 1980. Ankara juga menandatangani Traktat Larangan Uji Nuklir Komprehensif 1996. Traktat itu melarang semua peledakan nuklir untuk tujuan apa pun.
Di bawah perjanjian internasional, hanya Amerika Serikat (AS), Rusia, Inggris, Prancis, dan Cina yang diperkenankan memiliki senjata nuklir. India, Pakistan, dan Korea Utara (Korut) kemudian turut mengembangkan jenis senjata tersebut.
Iran pun diduga berambisi memiliki senjata nuklir. Namun aktivitas nuklir Teheran dikontrol melalui perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang disepakati pada 2015. Saat ini JCPOA terancam bubar setelah AS memutuskan keluar dari perjanjian pada Mei 2018. Washington kemudian menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran.
Afrika Selatan juga pernah memiliki beberapa bom atom. Namun ia membongkarnya ketika berubah menjadi negara demokrasi. (Kamran Dikarma)