REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintahan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berhenti mencoba memblokir parlemen untuk meloloskan undang-undang Brexit. Peraturan itu akan melarang pemerintah menggelar Brexit tanpa kesepakatan.
Dengan begitu jika Johnson gagal membujuk Uni Eropa menegosiasikan ulang kesepakatan yang dibuat dengan pemerintah Theresa May, maka ia harus meminta Uni Eropa memperpanjang tenggat waktu Brexit lagi selama tiga bulan.
Johnson mengatakan ia menentang perpanjangan waktu. Brexit sudah berkali-kali ditunda. Terakhir Brexit dijadwalkan pada 31 Oktober mendatang. Mantan wali kota London itu mengaku jika memang harus terjadi ia sedang mempersiapkan Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan.
Anggota Partai Konservatif di Majelis Tinggi Parlemen telah mengajukan serangkaian amandemen untuk mengejar undang-undang perpanjangan waktu Brexit itu, mencegahnya diloloskan sebelum parlemen reses pada hari Senin (9/9) mendatang.
Namun pada Kamis (5/9) pemerintah di majelis tinggi yang dikenal House of Lords mengumumkan menghentikan perlawanan terhadap undang-undang tersebut. Para anggota legislatif sudah bersiap untuk menjalani sesi rapat yang panjang.
Anggota Parlemen Richard Newby mengatakan pemerintah sudah mencabut perlawanan mereka, setelah sebelumnya kalah telak dalam mengajukan sejumlah amandemen.
"Muncul kesadaran dari mereka yang berada di sisi lain bahwa ini lebih bodoh dari biasanya, dan mereka terlihat bodoh, dan kami harus menemukan jalan ke depan," kata Newby yang sudah membawa selimut ke gedung parlemen.
Dalam pidatonya pada Kamis ini, Johnson akan mengatakan ia akan mengajukan pemilihan umum. Menurut dia, memperpanjang lagi tenggat waktu Brexit mengkhianati pemilih yang mendukung keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada referendum 2016.
Juru bicara Johnson mengatakan atasannya akan berkata penolakan ketua oposisi dari Partai Buruh Jeremy Corbyn atas pemilihan umum adalah 'pelecehan yang pengecut terhadap demokrasi'. Johnson mengatakan undang-undang yang mencegah Brexit 'pada dasarnya menjungkir balikan hasil pemungutan suara demokratis yang paling buruk sepanjang sejarah Inggris'.
"Perdana Menteri tidak akan melakukan ini, jelas tindakan satu-satunya adalah kembali ke rakyat dan memberikan mereka kesempatan untuk memutuskan apa yang mereka inginkan," kata juru bicara Johnson.