Jumat 06 Sep 2019 09:11 WIB

Langkah Ketiga Iran dan Sanksi Baru AS

Iran mulai kembangkan mesin sentrifugal untuk mempercepat pengayaan uraniumnya.

Foto menunjukkan bagian atas dari fasilitas nuklir reaktor air berat Arak, 250 kilometer barat daya ibu kota Teheran, Iran.
Foto: Mehdi Marizad/Fars News Agency via AP
Foto menunjukkan bagian atas dari fasilitas nuklir reaktor air berat Arak, 250 kilometer barat daya ibu kota Teheran, Iran.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Lintar Satria

Perseteruan Iran dan Amerika Serikat (AS) terkait program nuklir memasuki tahap baru. Kali ini, kedua pihak mengambil langkah baru.

Presiden Iran Hassan Rouhani memerintahkan pencabutan seluruh batasan penelitian dan pengembangan nuklir. Ini langkah ketiga Iran dalam mengurangi komitmen mereka atas perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

"Saya dengan ini mengumumkan langkah ketiga," kata Rouhani di stasiun televisi, seperti dilansir Aljazirah, Kamis (5/9).

"Organisasi Energi Atom (Iran) sudah diperintahkan untuk segera memulai kembali apa yang mereka butuhkan dalam penelitian dan pengembangan di bidang mereka dan mengabaikan komitmen yang terkait dengan penelitian dan pengembangan," tambah Rouhani.

"Langkah ketiga Iran sangat luar biasa signifikan," kata Rouhani. Dalam langkah ketiga ini, Iran mulai mengembangkan mesin sentrifugal untuk mempercepat pengayaan uraniumnya.

Namun, Iran masih tetap mematuhi limit pengayaan sesuai JCPOA. Aljazirah melaporkan langkah ketiga ini menunjukkan Iran serius untuk keluar dari JCPOA.

Langkah ketiga ini diumumkan tidak lama setelah Rouhani mengancam akan melakukan langkah tersebut. Ia sempat mengancam akan melakukan langkah ketiga ini jika Eropa gagal memberikan solusi kepada Iran yaitu menjual minyak Iran ke luar negeri walaupun sedang disanksi AS.

Tidak lama setelah Rouhani memberikan pernyataannya, Pemerintah AS mengumumkan sanksi baru kepada Iran. Kali ini mereka mengincar jaringan perkapalan yang dikelola Garda Revolusi untuk menyelundupkan minyak.

AS juga memberikan hadiah sebesar 15 juta dolar AS kepada siapa pun yang memberikan informasi tentang hal yang dapat membantu menekan ekonomi Iran yang sudah morat-marit akibat sanksi AS. Ini menandakan AS juga berniat mempertahankan tekanan kepada Negeri Seribu Mullah tersebut.

Pada Juli lalu Iran sudah mengabaikan dua komitmen JCPOA. Badan pengawas nuklir internasional, yakni International Atomic Energy Agency (IAEA) mengonfirmasi pasokan uranium yang diperkaya Iran sudah melebihi batas yang ditetapkan JCPOA.

Organisasi di bawah PBB itu mengatakan, Iran terus meningkatkan kemurnian uranium level pengayaan rendah hingga melampaui 4,5 persen. Sedangkan, batasan yang ditetapkan JCPOA kuantitasnya di bawah 300 kilogram dan kemurniannya di bawah 3,67 persen.

Iran membela diri dengan mengatakan kadar pengayaan itu masih jauh dari pengayaan untuk pembuatan senjata, yaitu dengan kadar 90 persen, yaitu uranium dapat menjadi bahan baku senjata nuklir. Presiden Prancis Emmanuel Macron memimpin pembicaraan untuk menemukan jalan tengah dan menurunkan ketegangan antara Barat dan Iran.

JCPOA yang disepakati Iran, Cina, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, AS dan Uni Eropa mencabut sanksi ekonomi terhadap Iran. Ditukar dengan pembatasan program nuklir. Sejak AS menarik diri dari kesepakatan itu pada Mei 2018 dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran.

Teheran bersikeras ingin menyelamatkan JCPOA. Tapi dengan syarat sisa anggota JCPOA terutama Eropa harus memberikan bantuan ekonomi kepada mereka karena saat ini mereka menanggung sanksi baru yang dijatuhkan AS.

Pada Selasa (3/9), Prancis yang mewakili Eropa, yaitu menawarkan kredit 15 miliar dolar AS hingga akhir 2019. Syaratnya, Iran harus kembali mematuhi JCPOA. Para petinggi Iran sempat memberikan reaksi bertolak belakang atas tawaran ini.

Namun, Iran kemudian tegas menolak tawaran ini. Sumber-sumber di pihak Barat dan Iran sendiri menggambarkan, rencana Prancis ini bukanlah dalam bentuk pinjaman.

photo
Tuntutan baru AS atas kesepakatan nuklir Iran

Sanksi baru AS

Utusan khusus AS untuk urusan Iran, Brian Hook, menampik gagasan pemberian kredit untuk Iran. Menurutnya, tidak ada proposal yang konkret tentang kredit itu. Tak hanya itu, Hook juga mengatakan, tak akan memberlakukan kembali paket keringanan sanksi.

"Kita menjatuhkan sanksi sekarang. Akan ada sanksi berikutnya," kata Hook, Rabu (4/9).

"Kami sudah sejelas mungkin soal ini bahwa kami bertekad melakukan kampanye untuk menekan semaksimal mungkin dan kami tidak akan mempertimbangkan pengecualian atau keringanan lagi," kata Hook.

Sebelumnya, AS memberlakukan keringanan terkait sanksi Iran atau dikenal sebagai sanction waiver. Dengan keringanan itu, delapan negara yang tergantung pada produk minyak Iran masih diperbolehkan untuk membeli minyak Iran sampai mereka menemukan sumber produksi minyak baru selain Iran.

Delapan negara itu adalah Cina, India, Jepang, Korea Selatan, Turki, Italia, dan Yunani. Namun, AS mengumumkan pada 22 April lalu bahwa mereka tak akan memperpanjang masa berlaku sanction waiver. n ap ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement