REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Aktivis mengatakan seharusnya Bangladesh tidak menilai pengungsi Rohingya sebagai ancaman terhadap keamanan. "Rohingya tidak memiliki tempat selain Bangladesh untuk berlindung," kata koordinator kampanye Free Rohingya Coalition Nay San Lwin, seperti dilansir dari Anadolu Agency, Jumat (6/9).
Sebelumnya, media-media setempat melaporkan tentara Bangladesh yang memberikan perlindungan di kamp pengungsi di selatan distrik Cox's Bazar menyarankan pemerintah membatasi pergerakan pengungsi. Caranya dengan membangun pagar kawat di sekitar kamp. Saran ini diberikan melalui laporan komprehensif.
Cox's Bazar menjadi rumah bagi satu juta pengungsi Rohingya. Mereka adalah pengungsi yang melarikan diri dari tindakan keras militer Myanmar di Negara Bagian Rakhine sejak awal 1970-an. Laporan militer itu dibahas dalam rapat Parlemen Komite Pertahanan Nasional.
Pemerintah Bangladesh telah meningkatkan pengamanan di sekitar kamp. Pemerintah Mengambil sikap yang lebih tegas dalam pelanggaran pergerakan yang tidak diperbolehkan.
Dalam laporan mereka, militer Bangladesh mengungkapkan kekhawatiran pengungsi Rohingya dapat meninggalkan kamp. Mereka dikhawatirkan menyebar ke berbagai daerah di negara itu dan dapat digunakan kelompok teroris internasional. Tapi menurut para aktivis seharusnya pengungsi tidak diperlakukan seperti ancaman.
"Kamp dengan kawat besi seperti kamp konsentrasi, Bangladesh harus mengakui penyintas Rohingya sebagai pengungsi dan memberikan mereka hak untuk bekerja dan belajar bukan melarang penggunaan telepon genggam, membatasi pergerakan," kata Lwin.
Pemerintah Bangladesh juga melarang Rohingya jual-beli kartu SIM yang diberlakukan baru-baru ini. Mereka juga menyediakan jaringan telepon di sekitar kamp.
"Jika ada kemauan Bangladesh bisa mengubah nasib kami dengan memberikan tekanan yang kuat kepada Myanmar," ujar Lwin.