REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Ratusan siswa menengah pertama dan atas Hong Kong mengenakan masker membentuk pagar betis di penjuru distrik Hong Kong. Masih menggunakan seragam mereka, para siswa itu menunjukkan dukungan kepada pengunjuk rasa yang menuntut demokrasi di kota itu.
Stasiun metro yang sempat ditutup pada Ahad (8/9) karena unjuk rasa yang berubah menjadi kerusuhan sudah dibuka kembali. Tapi suasana di pusat keuangan Asia itu masih tegang.
Pemerintah Hong Kong memperingatkan politisi asing untuk tidak ikut campur dalam urusan internal mereka. Kemarin ribuan pengunjuk rasa meminta Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump 'membebaskan' kota mereka di depan kedutaan AS.
Pada Senin (9/9) media-media pemerintah China menulis bekas koloni Inggris itu bagian yang tak terpisahkan dari Negeri Tirai Bambu. Mereka juga menegaskan segala bentuk pemisahan diri 'akan dihancurkan'.
Surat kabar China Daily mengatakan unjuk rasa Ahad kemarin menunjukan pasukan asing yang berada dibalik demonstrasi selama ini. Mereka memperingatkan pengunjuk rasa harusnya 'berhenti menguji kesabaran pemerintah pusat'.
Unjuk rasa yang sudah berjalan selama tiga bulan bermula dari protes undang-undang ekstradiksi yang sekarang sudah dicabut. Protes itu berubah menjadi perlawanan terhadap pemerintah. Banyak aktivis Hong Kong yang marah pada pemimpin Hong Kong Carrie Lam karena menolak untuk menggelar penyelidikan independen atas brutalitas polisi terhadap pengunjuk rasa.
Pengunjuk rasa juga menuntut agar kata 'kerusuhan' dihapus saat menggambarkan unjuk rasa. Mereka meminta pemerintah membebaskan pengunjuk rasa yang ditangkap selama demontrasi dan memberikan hak kepada warga Hong Kong untuk memilih pemimpin mereka sendiri.
Pemimpin gerakan pro-demokrasi 'payung hitam' lima tahun yang lalu Joshua Wong hadiri di hadapan persidangan. Ia dituduh telah melanggar prasyarat kebebasannya pada Agutus lalu karena terlibat dalam pertemuan ilegal.
Inggris mengembalikan Hong Kong ke China pada 1997 dengan kerangka 'satu negara, dua sistem' yang menjamin kebebasan yang tidak dimiliki warga Cina Daratan. Banyak warga Hong Kong khawatir China berupaya untuk mengikis otonomi tersebut.
China membantah tuduhan ikut campur urusan Hong Kong dan mengatakan kota itu ada urusan internal. Mereka mengecam demonstrasi dan menuduh Inggris dan AS telah mengobarkan kerusuhan dan memperingatkan unjuk rasa akan menghancurkan perekonomian Hong Kong.
"Amerika Serikat terus mengawasi peristiwa di Hong Kong, kebebesan berekspresi dan berkumpul adalah kebebasan yang harus dilindungi, seperti kata presiden (Trump), 'mereka menginginkan demokrasi dan saya pikir kebanyakan orang ingin demokrasi'," kata salah pejabat senior AS yang tidak bersedia namanya disebutkan.