REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuding Iran telah mengembangkan senjata nuklir. Dia menyebut proses pengembangan itu dilakukan di sebuah situs rahasia di daerah Abadeh.
“Di situs ini, Iran melakukan percobaan untuk mengembangkan senjata nuklir,” kata Netanyahu pada Senin (9/9). Ini pertama kalinya Netanyahu mengidentifikasi situs tersebut.
Netanyahu mengaku mengetahui keberadaan situs itu dari sebuah kumpulan dokumen yang sebelumnya diperoleh dan dirilis secara publik tahun lalu. Namun Iran menghancurkan situs tersebut ketika menyadari Israel memperoleh informasinya.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan Iran mulai menginstalasi mesin sentrifugal termutakhir untuk melanjutkan aktivitas pengayaan uraniumnya. Hal itu sebenarnya dilarang dalam kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Netanyahu pun telah mengetahui tentang laporan tersebut. “Saya tahu masalah ini sedang ditangani IAEA. Saya tidak bermaksud membahas hal ini hari ini. Tapi ini tentu saja merupakan masalah penting. Biarkan saya memberitahu Anda, ini masalah yang paling penting sejauh menyangkut masa depan kita, dan saya tidak mengalah sejenak,” ujarnya.
Dalam sebuah pidatonya tahun lalu, Netanyahu menentang keras JCPOA. Dia meminta IAEA segera mengunjungi situs-situs nuklir Iran. Dia menuding Teheran telah menampung 15 kilogram bahan radioaktif yang tak ditentukan dan sejak saat itu telah dihapus.
Pada Juli lalu, Iran mengumumkan telah melakukan pengayaan uranium melampaui ketentuan yang ditetapkan JCPOA, yakni sebesar 3,67 persen. Teheran mengklaim saat ini pengayaan uraniumnya telah mencapai lebih dari 4,5 persen.
Iran mengatakan level pengayaan itu memang masih sangat jauh dari yang dibutuhkan untuk memproduksi senjata nuklir. Namun ia siap melanjutkan aktivitas pengayaan uraniumnya jika perekonomiannya masih dijerat sanksi AS.
AS diketahui telah hengkang dari JCPOA pada Mei 2018. Setelah keluar, Presiden AS Donald Trump memutuskan menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Mundurnya AS membuat JCPOA goyah dan terancam bubar.