Selasa 10 Sep 2019 20:00 WIB

Selandia Baru Lawan Penyebaran Konten Terorisme di Medsos

Selandia Baru berusaha menyatukan negara dan pemimpin industri teknologi.

Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Jonathan Austin saat berkunjung ke Kantor Republika, Jakarta, Rabu (21/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Jonathan Austin saat berkunjung ke Kantor Republika, Jakarta, Rabu (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Selandia Baru terus mengintensifkan upaya melawan penyebaran konten terorisme, radikalisme dan ekstremisme dengan kekerasan di media sosial (medsos) pascatragedi Christchurch.

"Pemerintah kami melalui Christchurch Call (CC) berupaya menunjukkan kepemimpinan untuk memastikan media sosial tidak dapat digunakan lagi dengan cara yang digunakan dalam serangan teroris Christchurch," kata Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Jonathan Austin, Selasa (10/9).

Baca Juga

Pernyataan tersebut disampaikan Dubes Selandia Baru dalam Konferensi Regional Diplomasi Digital yang diselenggarakan pemerintah Indonesia pada 10-11 September 2019. Dubes Austin mengutarakan segera setelah serangan Christchurch, Perdana Menteri Jacinda Ardern menetapkan kebijakan pemerintah Selandia Baru bersama sejumlah mitra akan terus mengambil tindakan dan berkomitmen mengawasi peran medsos terkait penyebaran paham ekstremisme.

"(Dengan) mengakui bahaya yang disebabkan oleh video (serangan Christchurch), kami berusaha menetapkan tujuan nyata. Penyalahgunaan teknologi global bukan masalah bagi satu negara atau satu platform saja," ujar dia.

Untuk itu, pemerintah Selandia Baru bersama dengan negara-negara lain di dunia akan bekerja sama menggalakkan tindakan konkret guna menghilangkan konten teroris dan kekerasan ekstremis di internet. Dia menambahkan, melalui aksi Christchurch Call (CC), pemerintah Selandia Baru juga akan melakukan pendekatan untuk menyatukan negara-negara dan para pemimpin industri teknologi untuk berkomitmen pada tindakan melawan penyebaran paham ekstremisme, radikalisme, dan terorisme melalui internet.

"Kami percaya kami memiliki titik awal yang sama, tidak ada perusahaan teknologi dan tidak ada negara yang ingin menggunakan platform online untuk melakukan terorisme. Secara khusus, kami ingin membentuk kembali forum internet global yang ada untuk melawan terorisme sehingga dapat lebih inklusif dan kolaboratif," ujar Austin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement