Rabu 11 Sep 2019 08:12 WIB

Pakistan Peringatkan Ancaman Genosida di Kashmir

India menanggapi Pakistan melebih-lebihkan kondisi di Kashmir.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
  Warga turun ke jalan untuk menunjukkan dukungannya terhadap warga Kashmir di Hyderabad, Pakistan, Jumat (6/9).
Foto: AP
Warga turun ke jalan untuk menunjukkan dukungannya terhadap warga Kashmir di Hyderabad, Pakistan, Jumat (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Di forum Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi mengatakan kehadiran militer India di Kashmir meningkatkan momok genosida. India telah mencabut hak otonomi khusus Khasmir 5 Agustus lalu.

India dan Pakistan mengklaim seluruh Kashmir. Dua negara bertetangga itu sudah berperang dua kali di sana dan langkah India memerintah langsung wilayah yang secara de facto mereka kuasai telah memicu kembali ketegangan.

Baca Juga

"Kepedihan, kota-kota, gunung, dataran rendah, dan lembah yang trauma di Jammu dan Kashmir, yang diduduki India bergema hari ini, menjadi pengingat kekejaman di Rwanda, Srebrenica, Rohingya, dan pogrom di Gujarat," kata Qureshi, Rabu (11/9).

Qureshi mengungkit kekejian yang terjadi di masa lalu dan saat ini. Genosida yang dilakukan di Eropa, Afrika, dan Asia.  

"Saya ngeri untuk menyebut kata genosida di sini, tapi saya harus. Nyawa, cara hidup dan mata pencaharian rakyat Kashmir di wilayah pendudukan, sebagai warga negara, etnik, rasial dan kelompok agama, menghadapi ancaman besar dari rezim pembunuh, misogynistik dan xenophobik," tambah Qureshi.

Tidak lama kemudian Wakil Menteri Bidang Luar Negeri India Vijay Thakur Singh berbicara. Ia membalas kata-kata Qureshi yang menurutnya melebih-lebihkan apa yang terjadi di Kashmir.

"Dunia sadar narasi berlebihan datang dari pusat terorisme global, tempat di mana para pemimpinnya bermukim selama bertahun-tahun, negara ini telah melakukan terorise lintas-batas sebagai bentuk diplomasi alternatif," kata Singh.

Ia tidak menyebut Pakistan dalam pidatonya. India membanjir Kashmir dengan tentara, membatasi pergerakan warga, dan memotong jalur komunikasi. Perdana Menteri Narendra Modi mencabut hak istimewa wilayah itu pada 5 Agustus lalu.

Sejak saat itu koneksi telepon dan internet diputus. Singh mengatakan India memastikan layanan dan kebutuhan dasar di pemerintahan sipil Jammu dan Kashmir terpenuhi. Mereka juga sudah melonggarkan pembatasan jalur komunikasi.

"Langkah preventif sementara dibutuhkan untuk memastikan keamanan untuk menghadapi ancaman terorisme lintas-batas yang luar biasa," ujarnya.

India sudah berperang melawan pemberontak sejak akhir 1980-an. Mereka menuduh Pakistan sebagai mendukung pemberontak di wilayah Kashmir yang India kuasai. Pakistan membantah tuduhan itu dengan mengatakan mereka hanya memberikan dukungan politik kepada rakyat Kashmir.

"Saya tidak melihat lingkungan saat ini memungkinkan untuk membuat perjanjian bilateral dengan India," kata Qureshi.

Ia juga mendesak Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Dewan Keamanan PBB untuk membantu menurunkan ketegangan. Ia mengatakan saat ini ada 8 juta orang di penjara, dirampas setiap kebebasan sipil dan politiknya.

Qureshi menegaskan jika India menggunakan sejumlah dalih untuk menyerang Pakistan maka Islamabad akan membalasnya. "Dan kami akan menanggapinya dengan kekuatan, dan Anda tidak pernah tahu, kami dapat masuk dalam perang yang tidak disengaja," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement