REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Janji yang dibuat oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencaplok sejumlah daerah Tepi Barat yang diduduki jika ia kembali berkuasa, menandakan Israel akan sepenuhnya mengepung wilayah Palestina. Di hadapan para pendukungnya, Netanyahu akan menegakkan kedaulatan Israel di daerah Lembah Jordan dan Laut Mati utara yang merupakan sepertiga wilayah Tepi Barat.
Berbicara pada sebuah konferensi pers di dekat Tel Aviv, Netanyahu menegaskan Dataran Tinggi Golan, lembah dan Laut Mati utara adalah perbatasan timur Negara Israel. Ia merujuk pada Sungai Yordan yang memisahkan Yordania dari Israel dan Tepi Barat.
Sungai mengalir ke selatan dari Danau Galilea sekitar 185 mil dan mengalir ke Laut Mati. Israel menganggap penghalang alami itu adalah aset strategis yang penting untuk memastikan keamanannya dan mencegah penyelundupan senjata oleh militan Palestina ke Tepi Barat.
Wilayah itu juga terdiri dari petak besar tanah. Menurut kelompok hak asasi manusia Israel, Selem, Lembah Yordan dan Laut Mati utara terdiri hampir 30 persen dari Tepi Barat, yang sebagian besar sudah berada di bawah kendali Israel. "Ini adalah tembok pertahanan timur yang menjamin kita tidak akan pernah lagi menjadi beberapa mil saja," kata Netanyahu seperti dikutip New York Times, Rabu (11/9).
Sebagian besar daerah yang dimaksud adalah tanah terbuka dan subur yang sudah digunakan Angkatan Darat Israel untuk melakukan operasi militernya. Daerah ini juga memiliki potensi besar untuk proyek pertanian dan energi, di antara kegunaan lain.
Sementara Laut Mati menarik wisatawan. Penambangan garam dan mineral telah terlaksana di sana.
Permukiman Israel telah menyebar di daerah tersebut. Israel merebut Tepi Barat dari Yordania pada perang 1967. Sebagian besar negara menganggapnya sebagai wilayah pendudukan dan permukiman Israel yang ilegal. Meski demikian, sekitar 200 permukiman telah didirikan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Warga Palestina menganggap Yerusalem TImur sebagai ibu kota mereka di bawah solusi dua negara untuk konflik tersebut).
The Jewish Virtual Library, sebuah situs yang dijalankan oleh American-Israel Cooperative Enterprise mengatakan, upaya membangun pemukiman Yahudi di Lembah Jordan hidup kembali ke tak lama setelah perang 1967. Jika wilayah itu dihuni oleh orang-orang Yahudi, maka Yerusalem (kota suci yang disengketakan yang dianggap oleh Israel sebagai ibu kotanya) akan lebih sentral dalam kaitannya dengan daerah lain di negara itu.
Seperti diketahui, dalam kemenangan diplomatik untuk Netanyahu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem tahun lalu. Hal itu tetap dilakukan meskipun menuai kritik internasional bahwa status Yerusalem belum diselesaikan.
Para pemimpin Palestina pun telah mengatakan, permukiman adalah salah satu kendala utama untuk setiap perjanjian perdamaian dengan Israel. Menurut B'Tselem, hampir 90 persen dari Lembah Jordan dan daerah di sekitar Laut Mati utara telah ditetapkan sebagai bagian dari apa yang dikenal sebagai Area C, yang berarti di bawah keamanan penuh Israel dan kontrol sipil.
B’Tselem mengatakan, Israel telah membatasi warga Palestina untuk membangun, atau bahkan memasuki banyak wilayah. Menurut perhitungannya, pada 2016, ada sekitar 65 ribu warga Palestina dan 11 ribu pemukim tinggal di sana.
Area yang tidak ditetapkan sebagai Area C termasuk kota Jericho, yang tidak akan dianeksasi di bawah kebijakan Netanyahu. Menurut Perdana Menteri Netanyahu, rencananya akan memberikan Israel perbatasan aman, dan permanen ke timur untuk pertama kalinya dalam sejarah. Dia mengatakan, ingin memanfaatkan keterbukaan pemerintah Trump terhadap aneksasi Israel setidaknya bagian dari Tepi Barat.
Dalam sebuah wawancara pada Juni, duta besar AS, David M. Friedman, menegaskan bahwa Israel memiliki hak untuk mencaplok setidaknya beberapa bagian dari wilayah Tepi Barat. Hal ini tentu merupakan pandangan yang ditolak oleh banyak negara lain.