Kamis 12 Sep 2019 10:10 WIB

PBB Serukan India dan Pakistan Dialog Akhiri Krisis Kashmir

Ketegangan India dan Pakistan naik setelah pencabutan status khusus Kashmir.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
  Warga turun ke jalan untuk menunjukkan dukungannya terhadap warga Kashmir di Hyderabad, Pakistan, Jumat (6/9).
Foto: AP
Warga turun ke jalan untuk menunjukkan dukungannya terhadap warga Kashmir di Hyderabad, Pakistan, Jumat (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengkhawatirkan ketegangan yang terjadi di Kashmir. Juru Bicara Guterres, Stephane Dujarric, mendesak India dan Pakistan untuk secara damai membahas jalan keluar dari krisis yang sedang berlangsung di Kashmir.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan Guterres telah berulang kali bertemu dengan pejabat Pakistan dan India dalam beberapa pekan terakhir dalam upaya untuk meredakan ketegangan di sana.

Baca Juga

"(Sekretaris jenderal) tetap sangat prihatin tentang potensi eskalasi antara India dan Pakistan atas situasi ini," kata Dujarric dikutip dari laman Anadolu Agency, Kamis (12/9).

Guterres juga meminta kedua belah pihak untuk menangani masalah tersebut melalui dialog dan seperti yang dikatakan oleh Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia baru-baru ini yaitu situasi di Kashmir hanya dapat diselesaikan dengan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia. Dujarric menggambarkan serangkaian pertemuan dan panggilan telepon antara Guterres dan pejabat senior dari India dan Pakistan dalam beberapa pekan terakhir, bahkan termasuk Perdana Menteri India Narendra Modi. "Posisi kami tentang mediasi sebagai prinsip selalu tetap sama," tambah Dujarric.

Ketegangan antara New Delhi dan Islamabad meningkat pada 5 Agustus setelah India mencabut status khusus Kashmir. Kemudian India mengirim ribuan tentara ke lembah Kashmir dan memutus sambungan telepon seluler dan koneksi internet di kawasan tersebut.

Pakistan dan India sama-sama menguasai sebagian wilayah Himalaya sambil mengklaim wilayah itu sepenuhnya. Kekuatan saingan itu telah berperang dua kali di wilayah itu dan para analis keamanan memperingatkan bahwa ketegangan dapat kembali menjadi kekerasan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement