Jumat 13 Sep 2019 06:04 WIB

China Tawari Filipina Saham agar Jauhi Laut China Selatan

China mengajukan syarat Filipina harus berhenti mengklaim wilayah Laut China Selatan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Peta wilayah perairan Laut Cina Selatan yang diklaim Brunei, Cina, Malaysia, Filipina dan Vietnam.
Foto: Reuters
Peta wilayah perairan Laut Cina Selatan yang diklaim Brunei, Cina, Malaysia, Filipina dan Vietnam.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden China Xi Jinping disebut telah menawari Presiden Filipina Rodrigo Duterte saham mayoritas dalam usaha eksplorasi gas gabungan di Reed Bank yang terletak di Laut China Selatan. Namun, Xi mengajukan syarat, yakni Manila harus berhenti mengklaim wilayah perairan strategis tersebut. 

Duterte mengungkapkan, dia telah melakukan pertemuan dengan Xi baru-baru ini. Pada kesempatan itu, Xi mengatakan jika Filipina bersedia mengabaikan keputusan Pengadilan Tetap Arbitrase 2016 perihal sengketa Laut China Selatan, Beijing setuju menjadi minoritas dalam kepemilikan usaha pengembangan gas di Reed Bank. 

Baca Juga

"Sisihkan klaimmu (atas Laut Cina Selatan). Lalu izinkan semua orang terhubung dengan perusahaan China," kata Duterte meniru perkataan Xi padanya. Informasi itu dirilis kantor kepresidenan Filipina pada Rabu (11/9). 

"Jika terjadi sesuatu, kata mereka, kami akan cukup ramah untuk memberi Anda 60 persen (saham gas Reed Bank), hanya 40 persen menjadi milik mereka. Itulah janji Xi," ujar Duterte. 

Reed Bank sendiri sebenarnya masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina. Duterte tidak menyatakan secara tegas apakah akan menerima tawaran Xi. Dia hanya menyebut bahwa bagian dari putusan arbitrase yang merujuk pada ZEE akan diabaikan untuk melakukan kegiatan ekonomi. 

Wakil Presiden Filipina Leni Robredo menegur Duterte karena dianggap telah mempertimbangkan tawaran Xi. Menurutnya, apa yang dilakukan Duterte ceroboh dan tak bertanggung jawab. 

"Memasuki kesepakatan apa pun tidak harus mengorbankan hak negara (Filipina) di Laut Cina Selatan," ujar Robredo dalam sebuah pernyataan. Sikap berlawanan yang ditunjukkan Robredo memang dapat dimaklumi. Sebab, Robredo terpilih sebagai wakil presiden secara terpisah. 

Robredo menjelaskan konstitusi Filipina telah memungkinkan kemitraan dengan perusahaan asing di ZEE negara tersebut. Jadi, dia menilai Filipina tak perlu membuat konsesi dengan negara asing. 

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin menjelaskan perjanjian awal antara negaranya dan China sebenarnya menghindari untuk menyatakan negara mana yang berhak atas gas. "Sangat jelas, tidak ada posisi hukum yang dikompromikan jika kita masuk ke dalam perjanjian ini," kata dia. 

Dia menilai, mengesampingkan kasus arbitrase adalah tidak penting. Sebab pengadilan internasional telah membuat keputusan. "Ini final dan mengikat," ujar Locsin. 

Mantan menteri luar negeri Filipina Albert Del Rosario selaku tokoh yang mencari arbitrase mengatakan Duterte tidak perlu memberi apa pun. "Untuk memunculkan kegiatan ekonomi di ZEE kita tidak perlu melibatkan mengesampingkan putusan arbitrase dan bertentangan dengan konstitusi," kata Del Rosario. 

Dalam pertemuan pers pada Rabu lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying tidak menjelaskan secara spesifik tentang tawaran Xi kepada Duterte. Dia hanya mengatakan bahwa kerja sama itu akan menghasilkan kemajuan yang lebih besar dalam mengeksploitasi sumber daya laut. 

Hua pun mengungkapkan bahwa Duterte telah menyatakan keinginannya mempercepat kerja sama eksplorasi dan pengembangan minyak serta gas laut dengan negaranya. Berkenaan dengan beberapa situasi khusus, kelompok kerja antara kedua belah pihak akan berkonsultasi erat. 

Pengadilan arbitrase di Den Haag, Belanda telah mengklarifikasi batas-batas laut dan hak kedaulatan Filipina di Laut China Selatan. Putusan itu sekaligus menggugurkan klaim China atas hampir seluruh wilayah perairan strategis tersebut. Namun, Beijing menolak mengakui keputusan itu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement