REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Puluhan ribu orang tercatat hilang semenjak militan Boko Haram memulai pemberontakan pada 2009. Kehadiran kelompok ini menyebabkan penderitaan panjang bagi sejumlah keluarga di Nigeria.
Sebagian besar dari mereka yang hilang adalah anak-anak. Dari daftar kehilangan, 60 persen diantaranya anak-anak. Kelompok tersebut kerap melancarkan serangan dengan menculik anak-anak.
Banyak warga yang berlari menyelamatkan diri untuk menghindari Boko Haram. Mereka yang melawan dan menolak bergabung dengan kelompok tersebut, akan menghadapi beragam masalah termasuk kematian.
Salah satu dari mereka yang menghilang, yakni anak laki-laki dari Asibi. Ia masih ingat, ketika meninggalkan anaknya, Shu'aibu, saat melarikan diri dari Boko Haram lima tahun lalu.
"Saya tahu jika saya berhenti dan mereka menemukan saya, Boko Haram akan membunuh saya. Itu sebabnya saya harus meninggalkan anak saya," ucap Asibi yang menceritakan kembali kisahnya, dilansir di BBC, Sabtu (14/9).
Kaki putranya kebas karena mereka bersembunyi di sungai sepanjang malam. Untuk itu ia tidak bisa bepergian lebih jauh. Setiap kali mengingat kejadian itu, Asibi mengaku begitu menyesal.
"Saya menyesal setiap hari. Saya melihat momen itu lagi dan lagi," kata dia.
Pada saat itu, Asibi memang menghadapi pilihan yang sulit, ia ingin sekali dapat menggendong anaknya, namun tidak bisa ia lakukan. Asibi juga memiliki seorang anak lagi yang masih bayi dan menyusui. Anaknya terus saja menangis.
"Bayi saya terus-menerus menangis. Anak saya Shu'aibu tidak bisa berjalan, dan saya harus membuat pilihan. Jika aku bisa menggendongnya, aku akan melakukannya. Itu adalah perjuangan," ujarnya.
Pihak berwenang Nigeria menyatakan 22 ribu orang terdaftar hilang dalam konflik. Namun International Committee of the Red Cross (ICRC) mengatakan jumlah sebenarnya bisa lebih tinggi.
Di samping itu, ibu lainnya, Yamiram juga telah kehilangan putranya. Ia pernah mendengar putranya telah ditemukan setelah empat tahun hilang. Namun, sayangnya Yamiram menemukan itu merupakan kasus yang keliru.
Dalam sebuah pernyataan, Presiden ICRC Peter Maurer mengatakan, hampir 60 persen anak-anak hilang. Itu merupakan jumlah tertinggi orang hilang yang terdaftar di organisasi di negara mana pun.
"Mereka adalah anak di bawah umur ketika mereka hilang, yang berarti ribuan orang tua tidak tahu di mana anak-anak mereka dan apakah mereka hidup atau mati," kata dia, dilansir Aljazirah.
"Mimpi terburuk setiap orang tua adalah tidak tahu di mana anak mereka berada. Ini adalah kenyataan tragis bagi ribuan orang tua Nigeria," ucap Maurer.
Nigeria dihadapkan dengan beberapa konflik, termasuk serangan oleh Boko Haram dan bentrokan yang sering terjadi antara para penggembala nomaden dan para petani. Boko Haram, namanya secara harfiah diterjemahkan menjadi "Larangan Terhadap Pendidikan Barat". Mereka ingin mendirikan negara Islam berdasarkan interpretasi ketat terhadap hukum Islam.
PBB memperkirakan lebih dari 27 ribu orang telah terbunuh. Selain itu, diperkirakan dua juta lainnya mengungsi di timur laut Nigeria karena kekerasan oleh Boko Haram.
Pada 2015, militer Nigeria meluncurkan "Operation Lafiya Dole" untuk memaksa Boko Haram keluar dari timur laut negara itu. Keluarga orang-orang yang hilang, terutama di pusat-pusat kota negara bagian Borno di timur laut Nigeria, terpaksa berurusan dengan trauma.
"Ayah saya trauma. Dia keluar mencari kakak saya dari waktu ke waktu, berharap dia akan ditemukan," kata Noami Abwaku (43 tahun) tentang saudara lelakinya Yerima Abwaku, seorang pegawai negeri yang menghilang pada 30 Oktober, 2015.
Ia mengatakan, saudara lelakinya (53) bekerja di sebuah sekolah negeri di Maiduguri, pusat serangan Boko Haram. "Pada titik ini, kami tidak punya harapan karena banyak orang seperti Yerima hilang pada waktu itu dan mereka belum ditemukan. Tiga kolega saya di kantor juga pergi pada periode yang sama," ucap Noami Abwaku.
Boko Haram masih menempati bentangan luas pedesaan Nigeria, terutama di timur laut. Mereka memiliki basis di sekitar wilayah Danau Chad yang berbatasan dengan Kamerun dan Nigeria.
Analis Cheta Nwanze mengatakan jumlah orang yang hilang tidak mengejutkan. Ia menyalahkan pemerintahan yang dianggap begitu lemah.
"Ini adalah konsekuensi logis dari kenyataan kami secara konsisten melaporkan bukan nama-nama orang yang hilang, tetapi hanya angkanya. Untuk menyelesaikan ini, kami harus meningkatkan sistem akuntabilitas," katanya.