Selasa 17 Sep 2019 10:30 WIB

Serangan ke Aramco, Konflik Yaman Bisa Makin Mengerikan

Kelompok Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Kerusakan akibat serangan drone di fasilitas pengolahan minyak Aramco di kilang minyak Kuirais di Buqyaq, Arab Saudi, Ahad (15/9).
Foto: U.S. government/Digital Globe via AP
Kerusakan akibat serangan drone di fasilitas pengolahan minyak Aramco di kilang minyak Kuirais di Buqyaq, Arab Saudi, Ahad (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths mengatakan, insiden penyerangan terhadap fasilitas pengolahan minyak milik Saudi Aramco dapat menyeret Yaman ke dalam konflik yang lebih besar dan mengerikan. Kelompok pemberontak Houthi Yaman diketahui mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut.

"Serangan terhadap fasilitas Aramco di Arab Saudi pada Sabtu pagi lalu, 14 September telah menyebabkan gangguan signifikan pada produksi minyak mentah Kerajaan (Saudi), memiliki konsekuensi yang lebih jauh di luar kawasan," kata Griffiths saat berbicara kepada Dewan Keamanan PBB, dikutip laman UN News, Senin (16/9).

Baca Juga

Menurut dia, serangan ke fasilitas Aramco, paling tidak berisiko menyeret Yaman ke dalam keganasan konflik kawasan. "Karena satu hal, kita dapat yakin, insiden yang sangat serius ini membuat peluang konflik regional jauh lebih tinggi dan pemulihan hubungan yang jauh lebih rendah. Dengan Yaman dalam beberapa hal terkait. Tidak ada dari hal itu yang baik untuk Yaman," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Griffiths sempat menyinggung pula tentang perkembangan dalam perundingan damai antara pihak-pihak yang bertikai di Yaman. Dia mengatakan, masing-masing perwakilan telah bertemu pekan lalu untuk membahas tentang peningkatan gencatan senjata, pertukaran tahanan, dan lainnya.

"Pengurangan kekerasan yang berkelanjutan telah menjadi salah satu pencapaian utama Perjanjian Hudaydah (ditandatangani Desember 2018) sejauh ini. Saya menyambut langkah konkret ini untuk memperkuatnya dan meningkatkan akses untuk pengiriman bantuan kemanusiaan," kata Griffiths.

Akhir pekan lalu, pabrik pengolahan minyak milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais menjadi sasaran serangan sejumlah pesawat nirawak. Kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Insiden tersebut seketika memangkas lima persen produksi minyak mentah dunia.

Iran kembali dituding sebagai aktor di balik serangan tersebut. Namun, Teheran telah membantah. Presiden Iran Hassan Rouhani menyebut serangan terhadap fasilitas Saudi Aramco dilakukan orang Yaman sebagai respons atau balasan atas kampanye militer koalisi Saudi di negara tersebut.

Sejak Saudi melakukan intervensi militer di Yaman, krisis kemanusiaan di negara tersebut makin memburuk. Sebagian besar warganya hidup dalam kelaparan. PBB telah menyatakan krisis kemanusiaan di Yaman sebagai yang terburuk di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement