Senin 16 Sep 2019 17:47 WIB

Malaysia Mulai Perlakukan Pengguna Narkoba Bukan Sebagai Kriminal

Pengguna narkoba tak perlu dipenjara.

Rep: David Lipson/ Red:
abc news
abc news

Pemerintah Malaysia kini mengubah pendekatan mereka dalam menangani masalah narkoba, setelah 40 tahun lebih menerapkan hukuman terberat bagi para pelanggar.

Di luar sebuah masjid di Kuala Lumpur, tampak sebuah mobil van berwarna putih yang terparkir. Inilah unit mobil methadone yang disediakan Pemerintah Malaysia, dan jadi bagian dari upaya membuat pengguna narkoba tidak lagi dianggap sebagai tindak kriminal serius.

"Melihat pengguna narkoba sebagai seseorang yang menderita penyakit merupakan hal yang penting," kata Nurul Izzah Anwar, politisi partai berkuasa Pakatan, yang mendorong usaha tersebut.

"Jadi bagaimana kita memulai gerakan ini? Bagaimana kita mulai menanamkan kesadaran? Dilakukan lewat masjid. Dilakukan lewat rumah ibadah," katanya.

Pengedar narkoba tetap dihukum

Menteri Hukum Liew Vui Keong menjelaskan, usaha untuk tidak menjadikan pengguna narkoba sebagai kriminal mendapat dukungan kabinet dan PM Mahathir Mohammad. "Pengguna narkoba tidak perlu dipenjarakan, mereka memerlukan perawatan medis," kata Liew.

Dia merujuk penjara yang penuh sesak di Malaysia, 56 persen di antaranya adalah napi narkoba. Mayoritas di antaranya melakukan pelanggaran lagi setelah dibebaskan.

 
"Dalam penelitian, kami menemukan bahwa 90 persen di antara mereka akan kembali ke penjara, karena tidak bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat," katanya.

"Mereka tidak bisa mendapat pekerjaan, sehingga punya kecenderungan untuk melakukan pelanggaran lagi."

Hukuman bagi kepemilikan narkoba di Malaysia merupakan salah satu yang terberat di dunia. Kepemilikan 200 gram kanabis, 40 gram kokain, atau 15 gram heroin atau morfin sudah masuk dalam pelanggaran, dan pelakunya bisa dijatuhi hukuman mati.

Menteri Liew Vui Keong mengatakan meski tidak lagi menghukum pengguna narkoba, bukan berarti pengedar narkoba akan dibebaskan dari hukuman. Di jalan-jalan di Kuala Lumpur, ABC bisa dengan mudah menemukan mereka yang menggunakan narkoba.

Seorang pria yang ditemui ABC di sebuah pertokoan yang tidak lagi digunakan sedang menggunakan heroin yang dibelinya dengan harga Rp 30 ribu. Pria tersebut sudah keluar masuk penjara selama 29 kali.

"Polisi sudah tidak mau menangkap dia lagi, karena begitu seringnya dia keluar masuk penjara," kata Yatie Jonet, yang mendampingi ABC malam itu.

Sebagai mantan pengguna narkoba, Yatie sendiri pernah dipenjara dua kali dan justru di dalam penjara kecanduannya makin parah. "Saya lebih banyak tahu bagaimana menjual narkoba. Saya tahu pengedar besar," katanya.

Menurut Professor Adeeba Kamarulzaman, Dekan Fakultas Kedokteran University of Malaya di Kuala Lumpur, perang melawan narkoba gagal untuk mengurangi tingkat pengguna. "Perang melawan narkoba gagal dan sudah menciptakan banyak dampak kesehatan dan sosial yang negatif," katanya.

"Dari sisi kesehatan ini telah menyebakan epidemik HIV dan Hepatitis C. Dan mereka yang masuk penjara, semakin banyak yang terkena TB."

Epidemik HIV dan Hepatitis C

Professor Adeeba merasakan adanya keanehan di Malaysia ketika dia melanjutkan pendidikan kedokteran di Australia. "Di tahun-tahun saya berada di Australia, saya tidak pernah melihat seorangpun yang menggunakan narkoba terinfeksi HIV," katanya.

"Ketika saya kembali ke Malaysia, saya melihat pengguna narkoba juga terkena HIV. Itulah mengapa kami mulai mendukung program untuk mengurangi dampak narkoba."

Namun Prof Adeeba menyadari besarnya tantangan yang ada. "Ini masalah perubahan cara berpikir," katanya.

Menurut keterangan yang diperoleh ABC, rencana pemerintah mengubah UU yang semula akan diajukan akhir tahun sekarang ditunda sampai tahun depan. "Dekriminilasisasi masih belum bisa diterima oleh banyak orang. Baik di kalangan penegak hukum, pemimpin agama, juga masyarakat secara keseluruhan," kata Professor Adeeba.

Kembali ke klinik mobil methadone di halaman masjid di Kuala Lumpur, Nurul Izzah Anwar menunjukkan kepada imam setempat bagaimana cara kerja mobil tersebut. Usahanya untuk membantu mereka yang kecanduan narkoba didasarkan pada pengalaman pribadi yang dilihatnya, ketika dia mengunjungi ayahnya Anwar Ibrahim dalam penjara.

"Selama bertahun-tahun dia menjadi tahanan politik, saya melihat lebih dari 50 persen napi itu karena kejahatan narkoba," katanya.

"Mereka semua miskin. Kita harus memahami apa yang terjadi. Mengurangi ketergantungan akan narkoba merupakan satu-satunya solusi," kata Nurul Izzah Anwar.

Lihat berita selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement