Selasa 17 Sep 2019 17:14 WIB

Kualitas Udara di Singapura Memburuk Akibat Kabut Asap

Kualitas udara di Singapura pada Selasa sore mencapai tingkat tidak sehat.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Bangunan menjulang di distrik finansial Singapura tampak terselimuti kabut asap, Senin (16/9). Kebakaran hutan di Indonesia menjadi penyebab kabut asap di Singapura.
Foto: EPA
Bangunan menjulang di distrik finansial Singapura tampak terselimuti kabut asap, Senin (16/9). Kebakaran hutan di Indonesia menjadi penyebab kabut asap di Singapura.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Kualitas udara di Singapura memburuk pada Selasa sore (17/9) dan mencapai tingkat yang tidak sehat setelah sehari sebelumnya membaik.

Pada pukul 05.00 sore, Pollutant Standards Index (PSI) yakni berada di 103 di barat, 102 di selatan, 93 di timur, 92 di utara, dan 91 di wilayah tengah. Menurut National Environment Agency (NEA), angka PSI 50 dan di bawahnya menunjukkan kualitas udara baik, kemudian sedang untuk 51-100, dan tidak sehat untuk 101-200.

Baca Juga

Di samping itu, konsentrasi PM 2.5 satu jam berkisar antara 58-94 mikrogram per meter kubik pada jam 05.00 sore berada dalam kisaran tinggi. PM2.5 merupakan ukuran partikel kecil berdiameter kurang dari 2,5 mikrometer di udara. Ketika PM 2.5 berada dalam kisaran tinggi, partikel asap dapat memengaruhi jantung dan paru-paru, terutama pada orang yang memiliki kondisi jantung atau paru kronis.

Hasil PSI bisa naik dalam 24 jam ke depan. NEA mengatakan, dari pembacaan PSI dalam 24 jam dapat memasuki bagian tengah dari kisaran yang tidak sehat, jika mendapat kiriman asap dari Sumatra.

"Mengingat perkiraan kualitas udara untuk 24 jam ke depan, orang sehat harus mengurangi aktivitas fisik luar yang berkepanjangan atau berat," kata NEA, dilansir dari Channel News Asia, Selasa.

"Para lansia, perempuan hamil, dan anak-anak harus meminimalkan aktivitas fisik luar yang berkepanjangan atau berat, sementara mereka yang menderita penyakit paru-paru atau jantung kronis harus menghindari aktivitas fisik luar yang berkepanjangan atau berat," ujarnya.

Pada Sabtu (14/9)  lalu, pembacaan PSI mencapai tingkat tidak sehat untuk pertama kalinya semenjak Agustus 2016, karena melampaui angka 100. NEA menyatakan, penurunan kualitas udara sejak Selasa pagi pagi itu disebabkan oleh peningkatan kabut di Sumatra bagian selatan. Sebanyak 109 titik api terdeteksi di Sumatra, turun dari 233 pada Senin (16/9), tetapi data tersebut hanya parsial dari penerimaan satelit. Data satelit yang terlihat hanya mencakup sebagian wilayah, karena satelit itu mengorbit bumi. Masih ada kabut asap sedang hingga padat di provinsi Riau tengah, selatan, dan Sumatra Selatan dan Lampung di Indonesia.

Sebelumnya pada Selasa, badan lingkungan Singapura mengatakan pihak berwenang telah membuat rencana untuk meminimalkan dan mengelola dampak kabut asap pada publik. Rencana itu termasuk memastikan bahwa ada cukup masker N95 dan kesiapan rumah sakit untuk setiap peningkatan dalam kasus terkait kabut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement