REPUBLIKA.CO.ID, MUNCHEN -- Duta Besar Arab Saudi untuk Jerman mengatakan negaranya tidak mengesampingkan opsi apa pun untuk menanggapi serangan ke dua fasilitas milik Aramco. Pada Ahad (14/9) lalu, kilang minyak dan pabrik pengolahan minyak mentah Arab Saudi di serang drone.
Kepada radio Deutschlandfunk duta besar Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan belum diketahui dari mana serangan berasal. Tapi, ia meyakini Iran dalang dari serangan tersebut. Saat ditanya apakan pembalasan militer masih dipertimbangkan pada Kamis (19/9), dia mengatakan "Semuanya ada di atas meja (masih memungkinkan)."
Pangeran Faisal mengatakan respons negaranya atas serangan itu juga tergantung dengan sikap masyarakat internasional. Ia mengatakan situasinya dapat semakin tegang bila Iran tidak dapat diyakinkan 'sesuatu yang seperti ini tidak dapat diterima'.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian ragu serangan ke dua fasilitas Aramco dilakukan kelompok Houthi di Yaman. Kelompok yang berperang dengan koalisi Arab Saudi itu mengaku bertanggung jawab atas serangan Ahad lalu.
Di stasiun televisi CNEWS, Le Drian mengatakan klaim tersebut 'tidak sangat kredibel'. Ia tidak berspekulasi siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab. Tapi, ia kembali mengulang perkataannya Prancis akan mengirim ahli mereka ke Arab Saudi untuk menyelidiki apa yang terjadi.
Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi menuduh Iran di balik serangan itu. Le Drian kembali meminta Iran untuk menghormati perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dan 'kembali ke meja perundingan' untuk menurunkan ketegangan di kawasan Teluk Persia.
Ia mengatakan Prancis berbicara dengan 'semua orang di kawasan', meminta mereka untuk menemukan solusi diplomatik dan mencegah konflik militer yang baru.