REPUBLIKA.CO.ID, KHURAIS -- Arab Saudi membawa media ke fasilitas minyak yang diserang drone pada 14 September lalu. Washington dan Riyadh menyalahkan Iran atas serangan tersebut.
Di lokasi kejadian terlihat pipa-pipa yang meleleh dan peralatan yang terbakar. Teheran bersumpah akan melakukan pembalasan jika Amerika Serikat (AS) melakukan aksi militer berdasarkan tuduhan tersebut.
Arab Saudi menilai serangan di kilang minyak Kharais dan pabrik pengolahan minyak mentah Abqaiq menjadi serangan terburuk ke infrastruktur minyak di Timur Tengah sejak Saddam Hussien menyerang Kuwait pada 1990 sampai 1991. Iran membantah terlibat dalam serangan yang mengguncang produksi minyak Arab Saudi itu.
Pergerakan Houthi yang didukung Iran dalam konflik Yaman mengaku bertanggung jawab. Kementerian Pertahanan Arab Saudi mengatakan kilang minyak Khurais diserang dengan empat rudal. Di sana terlihat sedang ada proses perbaikan. Ada crane di sekitar dua tiang stabilisasi yang terbakar.
"Kami percaya diri pada akhir bulan September produksi kami sepenuhnya seperti sebelum diserang," kata general manager operasi minyak Aramco wilayah selatan, Fahad Abdulkarim, Jumat (20/9).
Abdulkarim mengatakan timnya bekerja 24 jam. Para pekerja mengenakan jaket merah dan helm putih. Mereka mondar-mandiri di komplek kilang minyak yang seluas beberapa stadion sepak bola.
Gundukan puing-puing yang hitam terbakar diletakkan di atas tanah. Para petinggi Aramco mengatakan sebagian besar puing-puing sudah diangkat tinggal sebagian kecil yang masih tersisa.
Beberapa pekerja menyiramkan air ke permukaan tanah. Crane dan truk air di parkir dekat sisa-sisa menara stabilisasi yang terbakar. Serangan tersebut mengintensifkan ketegangan antara Arab Saudi dan Iran. Dua negara yang bersaing memperebutkan pengaruh di kawasan Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan serangan tersebut 'perpanjangan dari sikap permusuhan dan keras rezim Iran'. Teheran sudah memperingatkan agar Presiden AS Donald Trump tidak diseret ke perang di Timur Tengah.
Mereka juga memastikan siapapun yang melakukan serangan atas tuduhan AS dan Arab Saudi akan menghadapi pembalasan yang menghancurkan. Iran memperjelas pesan itu pada hari Jumat ini. Salah satu komandan senior Garda Revolusi Iran mengatakan negaranya akan merespons plot AS dari Laut Mediterania sampai Samudra Hindia.
"Jika Amerika memikirkan plot apa pun, bangsa Iran akan meresponnya dari Mediterania, sampai Laut Merah, dan sampai Samudra India," kata penasihat senior pemimpin tertinggi Iran Jenderal Yahya Rahim-Safavi, seperti dikutip kantor berita Iran IRNA.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sempat menyebut serangan 14 September sebagai 'aksi perang'. Tapi kemudian ia mengatakan Trump yang memerintahkan sanksi lebih banyak lagi ke Iran, ingin solusi damai untuk mengatasi krisis tersebut.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mempertanyakan rencana AS membentuk koalisi 'resolusi perdamaian' di Timur Tengah yang diajukan Pompeo. Sebab di saat yang bersamaan AS juga mengancam Iran. "Koalisi untuk Resolusi Perdamaian?" cicit Zarif di Twitter.
Cicitannya itu disertai delapan inisiatif diplomasi Iran dari tahun 1985 sampai 2019. Antara lain inisiatif Keamanan di Teluk Persia 1985, Dialog Antar Peradapan 1997, Dunia Melawan Kekerasan 2013, Rencana Perdamaian Suriah 2013, Forum Dialog Regional 2014, Rencana Perdamaian Yaman 2015, Proses Astana 2017 dan Pakta Non-Agresi Regional 2019.
Wakil Presiden AS Mike Pence juga menyebut serangan itu sebagai 'aksi perang'. Pence mengatakan Trump akan 'meninjau fakta dan akan membuat keputusan selanjutnya'. Menurutnya rakyat Amerika dapat percaya diri, negara mereka akan mempertahankan kepentingan dan mendukung sekutu di Timur Tengah.