Senin 23 Sep 2019 06:04 WIB

Pembongkaran Masjid di Cina Dikhawatirkan

Cina dinilai telah mengasingkan orang-orang beriman.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Seorang pria berjalan menuju masjid untuk melaksanakan shalat di sebuah masjid di kota tua Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China.
Foto: Thomas Peter/Reuters
Seorang pria berjalan menuju masjid untuk melaksanakan shalat di sebuah masjid di kota tua Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak berwenang telah menghancurkan kubah dan menara masjid, termasuk satu di sebuah desa kecil dekat Linxia, sebuah kota yang dikenal sebagai 'Mekah Kecil'. Pembongkaran serupa telah dilakukan di Mongolia Dalam, Henan dan Ningxia, tanah air bagi etnis minoritas Muslim terbesar di Cina, Hui.

Seorang profesor Muslim Hui di Frostburg State University di Maryland, Haiyun Ma mengatakan, tindakan keras itu melanjutkan sejarah panjang permusuhan terhadap Islam di Cina. Kini, Cina telah mengasingkan orang-orang beriman.

Baca Juga

"Republik Rakyat Cina telah menjadi pemasok ideologi dan kebencian anti-Islam terkemuka di dunia," tulisnya dalam sebuah esai baru-baru ini untuk Institut Hudson dilansir Independent, Ahad (22/9).

"Ini, pada gilirannya, telah diterjemahkan ke dalam dukungan publik luas untuk penindasan intensif Muslim pemerintah Beijing di wilayah Xinjiang dan di tempat lain di negara itu," lanjut Haiyun Ma.

Di provinsi selatan Yunnan, tiga masjid ditutup. Dari Beijing hingga Ningxia, para pejabat telah melarang penggunaan aksara Arab untuk umum.

Kampanye ini mewakili kemunduran besar-besaran kebebasan beragama dari Partai Komunis Tiongkok. Padahal, beberapa dekade keterbukaan relatif memungkinkan bentuk-bentuk Islam yang lebih moderat berkembang.

Tindakan keras terhadap Muslim yang dimulai dengan Uighur di Xinjiang menyebar ke lebih banyak wilayah dan lebih banyak kelompok. Hal ini didorong oleh ketakutan partai bahwa kepatuhan terhadap kepercayaan Muslim dapat berubah menjadi ekstremisme agama dan pembangkangan terhadap aturan.

Di seluruh Cina, partai itu sekarang memberlakukan pembatasan baru pada kebiasaan dan praktik Islam. Sejalan dengan arahan partai rahasia, yang sebagian telah dilihat oleh The New York Times.

Langkah-langkah tersebut mencerminkan kebijakan garis keras pemimpin Cina, Xi Jinping. Xi Jinpang telah berupaya menegaskan kembali keunggulan Partai Komunis dan ideologinya di semua lapisan masyarakat.

Kampanye ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa penindasan Muslim Uighur di wilayah barat Xinjiang telah mulai berdarah ke bagian lain Cina. Kampanye menargetkan Hui dan Muslim lainnya yang telah lebih terintegrasi daripada Uighur ke dalam masyarakat Cina.

Tahun lalu, seorang pejabat partai top dari Ningxia memuji pemerintah Xinjiang selama kunjungan di sana. Pejabat itu berjanji untuk meningkatkan kerja sama antara kedua wilayah dalam masalah keamanan.

Sejauh ini, tidak ada langkah-langkah baru yang mendekati kebrutalan penahanan massal Xinjiang dan pengawasan invasif terhadap warga Uighur. Akan tetapi, mereka telah menimbulkan kecemasan di kalangan Hui, yang jumlahnya lebih dari 10 juta.

"Kami sekarang mundur lagi," Cui Haoxin, seorang penyair Muslim Hui yang menerbitkan dengan nama An Ran, mengatakan dalam sebuah wawancara di Jinan, selatan Beijing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement