Senin 23 Sep 2019 07:41 WIB

Iran Tantang Rencana Perang Amerika Serikat

Para pakar meragukan seberapa keras sanksi terbaru ini memukul Teheran.

Kerusakan akibat serangan drone di fasilitas pengolahan minyak Aramco di kilang minyak Kuirais di Buqyaq, Arab Saudi, Ahad (15/9).
Foto: U.S. government/Digital Globe via AP
Kerusakan akibat serangan drone di fasilitas pengolahan minyak Aramco di kilang minyak Kuirais di Buqyaq, Arab Saudi, Ahad (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, negaranya akan mengusulkan rencana perdamaian kawasan Teluk pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagai prasyarat perdamaian tersebut, mereka meminta semua pasukan asing hengkang dari kawasan Teluk.

"Pasukan asing dapat menyebabkan masalah dan ketidakamanan untuk rakyat dan wilayah kita," kata dia pada Ahad (22/9), dikutip laman al-Arabiya. "Kehadiran kalian selalu membawa rasa sakit dan kesengsaraan untuk wilayah ini. Semakin jauh kalian dari kawasan dan negara kami, semakin akan ada keamanan untuk wilayah kami," ujar Rouhani.

Dia mengungkapkan, rencana perdamaian itu akan disuguhkan kepada PBB dalam beberapa hari mendatang. "Dalam momen bersejarah yang sensitif dan penting ini, kami mengumumkan kepada tetangga kami bahwa kami mengulurkan tangan persahabatan serta persaudaraan kepada mereka," katanya.

Amerika Serikat (AS) diketahui telah membentuk koalisi keamanan maritim di wilayah Teluk. Koalisi dibentuk untuk memberi pengamanan kepada kapal-kapal dagang dan tanker yang melintasi Selat Hormuz.

Ketegangan di Selat Hormuz mulai tumbuh ketika empat kapal tanker diserang di dekat pelabuhan Fujairah pada 12 Mei lalu. Dua kapal di antaranya teridentifikasi bernama Amjad dan Al Marzoqah asal Arab Saudi. Sementara, dua kapal lainnya adalah Andrea Victory milik perusahaan Norwegia, Thome Ship Management, dan A.Michel yang berbendera Uni Emirat Arab (UEA).

Pada Juni lalu, kapal tanker Jepang dan Norwegia kembali menjadi target penyerangan di Teluk Oman. Kapal tersebut diketahui bernama Kokuka Courageous dan Front Altair. Kapal Kokuka Courageous sempat terbakar akibat ledakan. Namun, seluruh awaknya selamat dan tak mengalami luka serius.

AS menuding Iran terlibat dalam serangkaian serangan terhadap kapal-kapal tersebut. Namun, Teheran telah dengan tegas membantah tuduhan itu.

Pada 14 September lalu, dua fasilitas minyak milik Saudi Aramco diserang kapal nirawak milik pemberontak Houthi dari Yaman. Serangan itu dilaporkan memangkas 5 persen produksi minyak dunia. AS kembali menuduh Iran terlibat dalam serangan tersebut. Tudingan itu pun dibantah.

Pasca-serangan Aramco, Presiden AS Donald Trump setuju untuk mengerahkan pasukan militer AS. Ketua House of Representative Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi mengkritik rencana Donald Trump mengirim pasukan militer AS tambahan dan peralatan pertahanan udara ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) itu.

"Rencana Presiden Trump untuk mempercepat pengiriman peralatan militer ke Arab Saudi dan UEA, dan untuk mengerahkan pasukan AS tambahan ke wilayah itu, merupakan upaya keterlaluan terbaru dari pemerintahan Trump untuk menghindari bipartisan, bikameral Kongres," kata Pelosi dalam sebuah pernyataan, dilansir Voice of America (VoA), Ahad (22/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement