Senin 23 Sep 2019 09:06 WIB

Tuntut Presiden El-Sisi Mundur, Bentrokan di Mesir Berlanjut

Human Rights Watch serukan Pemerintah Mesir bebaskan pengunjuk rasa yang ditangkap.

Presiden Mesir Jenderal Abdel Fatah al-Sisi.
Foto: Reuters
Presiden Mesir Jenderal Abdel Fatah al-Sisi.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Ratusan pengunjuk rasa bentrok dengan pasukan keamanan Mesir di kota pelabuhan Suez pada Ahad (22/9). Seperti dilansir di Aljazirah, petugas keamanan menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan kerumunan massa.

Ini merupakan hari kedua mereka berunjuk rasa menuntut Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mundur dari jabatannya. Sebelumnya, pada Sabtu (21/9) kerusuhan terjadi saat ribuan orang turun ke jalan-jalan di beberapa kota di Mesir. Mereka mengkritik rezim El-Sisi yang membungkam kebebasan berpendapat, termasuk keputusan memenjarakan orang-orang yang mengkritik kebijakan El-Sisi.

Seorang pemrotes di Suez mengatakan, sebanyak 200 orang menuju ke pusat kota untuk malam kedua berturut-turut. Mereka bertemu dengan pasukan keamanan dengan kendaraan berlapis baja. "Mereka (pasukan keamanan) menembakkan gas air mata dan peluru karet. Ada beberapa yang terluka," ujar peserta aksi yang enggan disebutkan namanya, Ahad (22/9) waktu setempat.

Seorang warga yang juga tidak mau disebutkan namanya mengatakan, gas air mata yang ditembakkan petugas keamanan sangat tebal. Gas tersebut bahkan mencapai apartemennya yang berjarak beberapa kilometer dari lokasi aksi.

"Hidungku mulai terbakar. Bau itu merembes melalui balkon. Aku juga melihat beberapa pemuda berlari dan bersembunyi di jalan kami," ujar wanita tersebut.

Aksi protes juga terjadi di Giza dan Mahalla. Di media sosial, beredar video warga Mesir berdemonstrasi di depan kediaman El-Sisi di New York, Amerika Serikat (AS). Dia dijadwalkan berbicara di depan Majelis Umum PBB, pekan ini.

Diaspora Mesir di Washington juga menggelar aksi di depan Gedung Putih untuk mengecam El-Sisi. Para pengunjuk rasa meminta Presiden AS Donald Trump meminta El-Sisi meninggalkan AS.

Sedikitnya, 74 orang telah ditangkap pada Jumat (20/9) di Kairo usai bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa. Mereka meneriakkan slogan, "Tinggalkan El-Sisi" dan menuntut runtuhnya rezim sang presiden.

Kelompok hak asasi, Human Rights Watch (HRW), menyerukan Pemerintah Mesir membebaskan pengunjuk rasa yang ditangkap. "Badan-badan keamanan Presiden El-Sisi punya waktu dan sekali lagi menggunakan kekuatan brutal untuk menghancurkan protes damai," kata Wakil Direktur Timur Tengah dan Afrika Utara di HRW, Michael Page.

Michael menyebut, pihak berwenang harus mengakui, dunia sedang mengawasi. Sebaiknya, kata dia, Pemeirntah Mesir mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menghindari pengulangan kekejaman masa lalu. Hingga kini, pemerintah setempat belum memberikan komentar.

El-Sisi yang terbang pada Jumat (20/9) malam ke New York untuk menghadiri Majelis Umum PBB belum mengomentari aksi unjuk rasa tersebut. HRW berpendapat, mitra internasional Mesir serta sekretaris jenderal PBB harus menyerukan Pemerintah Mesir untuk menghormati hak-hak rakyat atas kebebasan berekspresi dan berkumpul.

Aksi unjuk rasa merupakan tanggapan atas tuduhan seorang pengusaha Mesir, Mohamed Ali, yang menuduh El-Sisi dan para kroninya menghamburkan dana publik untuk proyek sia-sia.

El-Sisi memimpin pemecatan militer atas presiden Mesir terdahulu, Mohamed Morsi, pada 2013. El-Sisi lantas memenangkan pemilihan presiden Mesir hampir tanpa lawan. Popularitasnya menurun di tengah ketidakpuasan atas kenaikan harga.

Pemerintah El-Sisi telah memberlakukan langkah-langkah penghematan anggaran cukup ketat di Mesir sejak 2016. Ini sebagai buntut dari paket pinjaman 12 miliar dolar AS dari Dana Moneter Internasional.

Menurut angka resmi yang dirilis pemerintah pada Juli lalu, hampir satu dari tiga orang Mesir hidup di bawah garis kemiskinan dengan pengeluaran kurang dari 1,4 dolar AS per hari. Taksiran lain menunjukkan angka yang lebih tinggi.

Indeks saham utama Mesir turun 1,8 persen saat pembukaan pada Ahad (22/9). Perdagangan di 23 saham ditangguhkan setelah turun lebih dari lima persen.

El-Sisi membantah tuduhan korupsi pada pekan lalu dengan mengatakan, dia jujur dan setia kepada rakyat dan militernya. Analis politik berbasis di Kairo, Nael Shama, mengatakan, protes menimbulkan krisis legitimasi paling serius yang dihadapi El-Sisi.

"Ini adalah pertama kalinya orang turun ke jalan dalam beberapa tahun, tetapi saya tidak yakin itu akan menjadi yang terakhir," ujarnya.

Badan akreditasi media asing pemerintah mengeluarkan pernyataan pada Sabtu (21/9) malam. Mereka mengingatkan wartawan internasional sebaiknya tidak membesar-besarkan pemberitaan tanpa secara eksplisit menyebut protes tersebut.

Pembawa acara pro-El-Sisi, Amr Adib, mengecam Ali sang pengusaha. Dia memperlihatkan rekaman Ali yang diduga dalam keadaan mabuk saat mengatakan tentang proyek yang melibatkan El-Sisi.

photo
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera Mesir. (ilustrasi)

Frustasi dan marah

Mesir secara efektif melarang aksi unjuk rasa di bawah undang-undang 2013 dan keadaan darurat masih berlaku penuh. Jamal Elshayyal dari Aljazirah mengatakan, protes yang terjadi mengingatkan publik terhadap kebangkitan dunia Arab atau Arab Springs.

"Ini lahir dari frustrasi dan kemarahan karena pemerintahan yang keliru dan penindasan, karena tidak adanya masa depan bagi masyarakat Mesir yang sebagian besar masih muda," kata Elshayyal.

Perbedaannya, kata dia, aksi kali ini merupakan spontanitas yang terjadi tanpa kekuatan politik di belakangnya. Aljazirah dilarang melaporkan warta terkait aksi protes di Mesir. Reporter jaringan yang berbasis di Qatar, Mahmoud Hussein, telah ditahan di negara itu selama lebih dari 1.000 hari tanpa tuduhan resmi. n kamran dikarma/reuters, ed: qommarria rostanti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement