REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekitar 50 ribu orang di Bratislava, Slovakia, menggelar aksi menuntut agar pemerintah melarang total praktik aborsi. Undang-undang aborsi di Slovakia dinilai relatif liberal dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa lain yang hanya mengizinkan aborsi dilakukan pada kasus-kasus seperti pemerkosaan.
Selama ini di Slovakia, permintaan aborsi sampai usia kehamilan 12 minggu masih dinilai legal. Sementara aborsi untuk alasan kesehatan diizinkan hingga 24 minggu.
Pembuat undang-undang dari partai konservatif dan sayap kanan mengusulkan agar aturan aborsi dilegalkan hanya sampai enam atau delapan minggu masa kehamilan, atau bahkan melarang praktik aborsi. Bulan ini parlemen juga mulai memperdebatkan rancangan undang-undang untuk membatasi aborsi.
Praktik aborsi di Slovakia terus mengalami peningkatan. Tahun lalu saja tercatat ada 6.000 praktik aborsi di negara dengan jumlah penduduk 5,4 juta jiwa tersebut. Kendati begitu, sebuah jajak pendapat tentang usulan larangan aborsi menemukan bahwa 55,5 persen orang tidak setuju dengan pembatasan aborsi sementara 34,6 persen mendukung langkah tersebut.
"Manusia adalah manusia tanpa memandang ukuran, dan siapa yang membunuh jabang bayi sebelum ia lahir, sama dengan membunuh masa depan bangsa," demikian kata para pengunjuk rasa, dilansir Reuters, Senin (23/9). "Kehidupan setiap manusia sangat berharga, oleh karena itu perlu dilindungi," tambah salahsatu pengunjuk rasa.
Untuk diketahui, partai Smer yang menjadi partai penguasa di Slovakia terus membangun basisnya dengan mengangkat isu sosial, pertumbuhan ekonomi dan mendukung isu-isu konservatif. Bahkan menjelang pemilihan tahun depan, partai berjanji akan mendukung undang-undang yang melarang pernikahan gay dan adopsi oleh pasangan sesama jenis. Hukum Slovakia tidak mengakui serikat sipil sesama jenis.