REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Potongan video dari sebuah pesawat nirawak atau drone yang menunjukkan ratusan pria yang ditutup matanya dan dibelenggu di Xinjiang, China beredar. Dilansir di The Guardian, Senin (23/9), dalam video itu polisi China mengarahkan para pria tersebut dari sebuah kereta.
Adegan itu diyakini sebagai sebuah transfer tahanan di Xinjiang. Video itu diunggah anonim di Youtube pekan lalu. Para tahanan itu tampaknya adalah warga Uighur dan kelompok minoritas lain.
Mereka mengenakan seragam biru dan kuning. Kepala mereka dicukur bersih dengan mata yang ditutup.
Para tahanan duduk berbaris di tanah, lalu diarahkan oleh polisi. Tahanan di China umumnya dipindah dengan tangan diborgol dan masker menutupi wajah mereka.
Peneliti Nathan Ruser dari pusat kebijakan siber internasional Australian Strategic Policy Institute yakin video itu diambil di sebuah stasiun kereta api di barat Korla di tenggara Xinjiang pada Agustus tahun lalu. Dia menggunakan petunjuk di video, seperti posisi matahari dan hal yang menonjol.
Komunitas internasional mengkritik penahanan ekstrayudisial yang dilakukan China sebagai bagian dari kampanye antiterorisme di Xinjiang. China menahan lebih dari satu juta etnis Uighur dan minoritas lain di kamp reedukasi.
Jumlah penangkapan resmi dan hukuman penjara juga meningkat. Menurut analisis oleh New York Times, pengadilan setempat menghukum 230 ribu orang ke penjara atau hukuman lain pada 2017 dan 2018. Xinjiang menyumbang kurang dari dua persen dari populasi negara, namun menyumbang sekitar 21 persen dari semua penangkapan pada 2017.
Video: Youtube/Sky News Australia
Ruser mengatakan para tahanan kemungkinan besar dipindahkan ke penjara-penjara di Korla dari Kashgar, di mana tindakan kerasnya sangat parah. Daerah itu diyakini sebagai rumah bagi beberapa kamp pendidikan ulang tetapi lebih sedikit pusat penahanan.
"Itu menentang propaganda yang ofensif yang coba ditunjukkan China," katanya, menggarisbawahi perlakuan terhadap mereka yang berada dalam sistem pidana.
China telah membawa para diplomat dan kelompok-kelompok jurnalis terpilih dalam perjalanan yang diatur dengan seksama di Xinjiang. China mempertahankan metode anti-ekstremisme mereka dan menggambarkannya sebagai model untuk diikuti oleh negara lain.
Pada Ahad lalu, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne menggambarkan video tersebut sangat mengganggu. Video itu diposting di Youtube oleh akun bernama War on Fear. Akun itu mencantumkan tujuannya untuk melawan rasa takut yang terinspirasi oleh pengawasan teknologi tinggi.