Kamis 26 Sep 2019 10:30 WIB

Boeing Bayar Kompensasi Korban Jatuhnya Lion Air

Setiap korban akan menerima Rp 16 miliar dari Boeing.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Lion Air Boeing 737 MAX 8.
Foto: Boeing
Lion Air Boeing 737 MAX 8.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penggugat korban kecelakaan pesawat Boeing di Amerika Serikat (AS) mengatakan, Boeing telah membayar kompensasi bagi korban jatuhnya Lion Air 737 MAX di Indonesia, Rabu (24/9). Tiga sumber lain mengatakan keluarga dari korban meninggal akibat jatuhnya pesawat, akan menerima setidaknya 1,2 juta dolar AS atau sekitar Rp 16 miliar untuk masing-masing.

Pendiri dan kepala Firma Law Firm, Flyod Wisner mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan 11 dari 17 gugatan terhadap Boeing. Gugatan tersebut berasal dari keluarga yang kehilangan kerabat mereka ketika 737 MAX jatuh di Laut Jawa pada 29 Oktober beberapa menit setelah lepas landas. Kecelakaan itu menewaskan 189 orang yang berada di atas pesawat.

Juru bicara Boeing, Gordon Johndroe menolak berkomentar.  Wisner mengatakan Boeing tidak mengakui kewajiban dalam 11 pembayaran tersebut.

Dilansir Aljazirah, klaim tersebut adalah yang pertama kali diselesaikan dari sekitar 55 tuntutan hukum terhadap Boeing di Pengadilan Federal AS di Chicago. Hal itu dinilai dapat menetapkan batasan bagi pembicaraan mediasi oleh pengacara penggugat Lion Air lainnya yang dijadwalkan sampai bulan depan.

Wisner mengatakan, dia tidak dapat mengungkapkan jumlah penyelesaian sebab perjanjian dengan Boeing bersifat rahasia. Sementara, tiga orang yang mengetahui permasalahan tersebut dengan tidak mengenalkan jati diri mereka karena negosiasi bersifat rahasia mengatakan, keluarga korban Lion Air yang hampir semuanya berasal dari Indonesia, masing-masing akan menerima setidaknya 1,2 juta dolar AS. Jumlah itu hanya untuk satu korban tanpa tanggungan.

"Kompensasi dapat bervariasi sesuai dengan kebangsaan korban, usia, status perkawinan, pendapatan, tanggungan, dan harapan hidup," kata tiga sumber. Korban Lion Air sebagian besar dari Indonesia, di mana pembayaran kompensasi hukum untuk kecelakaan cenderung lebih rendah daripada di AS.

Tuntutan hukum Lion Air tersebut masih dimediasi oleh Donald O'Connell, pensiunan hakim Pengadilan Sirkuit Cook County di Illinois, sebuah yurisdiksi yang sering digunakan untuk kecelakaan udara dan berada di Chicago, basis pangkalan Boeing.

Dalam kasus Lion Air, keluarga korban yang menikah dengan satu hingga tiga anak dapat menerima antara 2 juta dolar AS hingga 3 juta dolar AS. Wisner, seorang veteran industri penerbangan, mengatakan ia telah menyelesaikan tuntutan hukum untuk kecelakaan pesawat lain yang terjadi di Indonesia pada tahun sebelum Lion Air 737 MAX jatuh sekitar 500 ribu dolar AS hingga 600 ribu dolar AS. Dia akan menerima sepertiga dari pembayaran Lion Air tersebut.

Perusahaan Boeing juga menghadapi hampir 100 tuntutan hukum atas kecelakaan Ethiopian Airlines 737 MAX pada 10 Maret yang menewaskan 157 orang dalam perjalanan dari Addis Ababa ke Nairobi. Tuntutan atas kedua tabrakan menyoroti perangkat lunak otomatis Manuver Characteristics Augmentation System (MCAS) yang mendorong hidung kedua pesawat lebih rendah. Tuntutan hukum mengklaim bahwa cacat desain memungkinkan data sensor yang salah untuk mematikan sistem otomatis sehingga memberatkan pilot.

Pengacara yang mewakili penggugat dalam kecelakaan Ethiopian Airlines terus berupaya mendorong pengadilan di Pengadilan Federal AS di Chicago. Penggugat menuntut untuk mengetahui alasan Boeing mengizinkan 737 MAX untuk beroperasi setelah insiden Lion Air.

Boeing menyesal atas jatuhnya korban tewas dalam kedua kecelakaan. Namun, perusahaan itu tidak mengakui adanya kesalahan pengembangan 737 MAX atau perangkat lunaknya. Menurutnya, dua kecelakaan itu seperti kebanyakan bencana udara yang disebabkan oleh serangkaian peristiwa. 

Boeing mengumumkan dana santunan sebesar 50 juta dolar AS pada Juli lalu. Dana itu telah mulai menerima klaim, yang harus diajukan sebelum 2020. Perusahaan Boeing akan memberikan dana santunan sebesar 144.500 dolar AS atau sekitar Rp 2 miliar.

Setiap penyelesaian atau keputusan hakim dalam kasus-kasus Ethiopia cenderung lebih besar daripada Lion Air. Korban Ethiopian Airline berasal dari 35 negara yang berbeda, termasuk karyawan PBB dan pekerja dewasa muda berusia 20-an atau 30-an. Ada sembilan warga AS di antara para korban.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement