REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Putra mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) menerima telepon dari Petinggi Pentagon atau Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper, Rabu (25/9). Keduanya membahas pengerahan pasukan AS ke Arab Saudi.
Menurut Saudi Press Agency, Esper mengatakan AS akan melakukan segala yang diperlukan untuk membantu Saudi mempertahankan diri. "Kebijakan agresif Iran, yang mengacaukan kawasan itu, harus diatasi," kata Esper dikutip Aljazirah, Kamis (26/9).
Pada 14 September lalu, dua fasilitas minyak milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais diserang 10 pesawat nirawak (drone). Serangan itu menyebabkan sebagian area pabrik terbakar. AS bersama Inggris, Prancis, dan Jerman serempak menyebut Iran sebagai dalang di balik aksi penyerangan fasilitas Aramco. Kelompok Houthi sebenarnya telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan ke fasilitas Aramco. Namun klaimnya diragukan mengingat skala, kecanggihan, dan jangkauan serangan.
MBS mendeskripsikan kepada Esper bahwa serangan terhadap fasilitas minyak Aramco sebagai eskalasi berbahaya bagi seluruh dunia. Sehingga, membutuhkan pendirian teguh untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir mengatakan, Arab Saudi mengetahui pasti bahwa senjata yang digunakan dalam serangan di Khurais dan Abaiq adalah buatan Iran. Berbicara pada pertemuan anti-Iran di New York, Jubeir menuduh Iran merencanakan pembunuhan. "Mereka berusaha menghancurkan negara-negara Arab, termasuk Yaman," katanya dilansir Middle East Eye.
Jubeir juga menuduh Iran mendukung ISIS. Menurutnya, Riyadh masih mempertimbangkan tanggapannya terhadap serangan terhadap fasilitas minyak. Dia akan mengambil keputusan setelah penyelidikan berakhir.
"Ada serangkaian opsi yang akan kami pertimbangkan, dan kami akan membuat keputusan tepat yang mencakup opsi diplomatik, ekonomi, termasuk militer," kata Jubeir.