Jumat 27 Sep 2019 08:49 WIB

Percakapan Telepon dengan Trump Diumbar, Zelenskiy Terpukul

Trump tekan Zelenskiy untuk selidiki pesaingnya dalam pilpres 2020, Joe Biden.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy (kiri) bertemua dengan Presiden AS Donald Trump di Hotel InterContinental Barclay New York di sela Sidang Umum PBB di New York, AS, Rabu (25/9)
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy (kiri) bertemua dengan Presiden AS Donald Trump di Hotel InterContinental Barclay New York di sela Sidang Umum PBB di New York, AS, Rabu (25/9)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy terpukul. Ia tak menduga Pemerintah Amerika Serikat (AS) memublikasikan percakapannya melalui telepon dengan Presiden AS Donald Trump yang dilakukan pada 25 Juli lalu.

"Saya pribadi berpikir, terkadang pembicaraan antara presiden negara-negara merdeka harusnya tidak dipublikasikan," kata Zelenskiy kepada media-media Ukraina di New York, Rabu (25/9).

Sambungan telepon itu dilakukan setelah Trump memerintahkan pembekukan bantuan senilai 400 juta dolar AS ke Ukraina. Bantuan akhirnya diberikan setelah Trump menelepon Zelenskiy.

Berdasarkan kesimpulan sambungan telepon itu, Trump menekan Zelenskiy untuk menyelidiki lawan politiknya yang menjadi saingan dalam pemilihan presiden 2020, Joe Biden. Trump meminta Zelenskiy berkoordinasi dengan jaksa agung AS dan pengacara pribadinya. "Saya hanya berpikir mereka hanya akan memublikasikan bagian mereka," kata Zelenskiy.

Zelenskiy mengatakan, ia tidak tahu perincian penyelidikan terhadap putra Biden. Ia kembali menyatakan ingin jaksa agung Ukraina yang baru menyelidiki semua perkara, tak hanya soal Biden.

Catatan percakapan yang dipublikasikan Gedung Putih itu menunjukkan Zelenskiy berjanji untuk membuka kembali penyelidikan terhadap perusahaan tempat putra mantan wakil presiden AS Joe Biden bekerja. Ia juga mengungkapkan rasa frustrasinya atas lemahnya dorongan Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk menegakkan sanksi kepada Rusia.

Catatan itu juga menunjukkan Zelenskiy setuju dengan Trump bahwa mantan duta besar AS untuk Ukraina Marie, Louise Yovanovitch, seorang duta besar yang buruk. "Zelenskiy tidak kelihatan bagus dengan ini. Ia seakan menendang mantan duta besar AS, Eropa, dan lalu setuju untuk melakukan pekerjaan kotor Trump terhadap Biden," kata strategis senior pasar berkembang Bluebay Asset Management, Timothy Ash.

Investor internasional sudah berharap Zelenskiy akan membuat Ukraina menjadi negara demokrasi bebas korupsi yang sepenuhnya transparan. Komentar Ash mencerminkan tumbuhnya skeptisisme investor.

Saat ini Ukraina sedang mengalami kebuntuan geopolitik dengan tetangganya, Rusia, setelah Moskow menganeksasi Krimea pada 2014. Mereka juga masih menghadapi kelompok separatis yang didukung Moskow. Ukraina membutuhkan bantuan internasional untuk menyelesaikan masalah-masalah ini.

"Sayangnya konsekuensi utama atas hal ini, Ukraina dapat menjadi racun," kata Direktur New Europe Center, Alyona Getmanchuk, di Ukraina, Kamis (26/9).

photo
Tentara Ukraina berada di chekpoint Ukraina Timur.

Ukraina sangat bergantung pada bantuan AS dari segi dana maupun diplomatik. Negara-negara Eropa, seperti Prancis dan Jerman, mencoba untuk membantu dengan membuat diskusi yang bertujuan mencairkan kebuntuan proses perdamaian di timur Ukraina.

"Mungkin tidak separah Rusia yang menjadi racun dalam penyelidikan jaksa khusus Robert Mueller tetapi tetap racun," kata Getmanchuk.

Skandal ini muncul pada masa yang sulit bagi Zelenskiy karena terjadi saat ia ingin menghidupkan kembali bagian-bagian perjanjian perdamaian di timur Ukraina. Saat ini ia membutuhkan kekuatan diplomatik Eropa dan AS.

Beberapa orang Ukraina khawatir skandal Trump dapat merusak hubungan AS-Ukraina. Kerusakan ini dapat dimainkan Rusia karena dapat mengganggu bantuan militer dan bantuan AS lainnya pada masa mendatang.

"Bagi Ukraina ada bahaya besar yang dapat membuat diri kami sendirian menghadapi musuh, Federasi Rusia, karena AS mitra strategis dalam bidang militer," kata anggota parlemen Ukraina dari faksi mantan presiden Petro Poroshenko, Maria Ionova.

Ionova mengatakan, Rusia pasti akan mengambil kesempatan dari situasi ini. Namun, Rusia menyatakan masalah itu hanya untuk AS dan Ukraina. Mereka hanya mengamati. n Lintar Satriareuters ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement