REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan akan mendukung proses rekonsiliasi tanpa syarat untuk mengakhiri perpecahan internal antara berbagai faksi atau kelompok di Palestina. Hal itu dia umumkan setelah delapan faksi Palestina menyerukan hal tersebut pasca-menggelar konferensi di Jalur Gaza pekan lalu.
“Penerimaan Hamas atas prakarsa ini berasal dari kesadaran kami akan keadaan saat ini dan ancaman strategis nyata terhadap tujuan kami, serta keyakinan kami bahwa persatuan nasional adalah kewajiban dan kebutuhan nasional,” kata Haniyeh pada Kamis (26/9), dikutip laman Al Araby.
Dia menilai persatuan nasional dibutuhkan untuk menghadapi pendudukan Israel. “Tidak mungkin bagi rakyat yang menderita di bawah pendudukan untuk berhasil dalam upaya pembebasannya tanpa persatuan internal yang tulus dan koheren,” ujarnya.
Pekan lalu delapan faksi Palestina mengumumkan inisiatif untuk merekonsiliasi Hamas dan Fatah. Delapan faksi itu antara lain Jihad Islam, Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina, Front Demokrasi untuk Pembebasan Palestina, dan Partai Rakyat.
Pada Mei lalu - Perdana Menteri Palestina Mohamad Shtayyeh mengatakan bahwa pemerintahannya bersama Fatah siap untuk rekonsiliasi dengan Hamas. “Pemerintah Palestina dan gerakan Palestina Fatah siap untuk rekonsiliasi dengan Hamas,” ujar Shtayyeh.
Menurut dia, perpecahan antara Fatah dan Hamas merupakan babak kelam dalam sejarah Palestina. “Jika perspektif kita tentang rekonsiliasi dengan Hamas berbeda, biarkan rakyat yang memutuskan melalui pemilu,” ucapnya.
Shtayyeh meyakini bahwa pemilu adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri perpecahan Palestina. “Namun tantangan utama adalah menggelar pemilu di Yerusalem Timur yang diduduki (Israel),” kata dia.
Fatah dan Hamas telah berselisih sejak 2007. Beberapa upaya rekonsiliasi antara kedua faksi itu sempat dilakukan, namun hal selalu berujung kegagalan. Hal itu karena Hamas selalu mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Otoritas Palestina bila hendak berdamai.
Pada Oktober 2017, Hamas dan Fatah menandatangani sebuah kesepakatan rekonsiliasi di Kairo, Mesir. Penandatanganan kesepakatan itu menjadi simbol keinginan kedua faksi untuk berdamai setelah 10 tahun berselisih.
Saat itu Hamas akhirnya menyatakan kesiapannya memulihkan hubungan dengan Fatah tanpa prasyarat apa pun. Mereka bahkan membubarkan komite administratif yang sebelumnya bertugas untuk mengelola pemerintahan di Jalur Gaza. Hal itu dilakukan agar Otoritas Palestina dapat mengambil alih tugas pemerintahan di daerah yang diblokade tersebut.
Namun rekonsiliasi tersebut juga masih mengalami kebuntuan. Hingga saat ini Hamas masih mengontrol Jalur Gaza sedangkan Fatah menjalankan pemerintahan di Tepi Barat.