REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina meminta negara-negara anggota PBB untuk memastikan adanya pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM terhadap Rohingya oleh Myanmar.
"Komunitas internasional harus memastikan pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM dan kekejaman yang dilakukan terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine," kata Hasina saat berpidato di Majelis Umum PBB ke-74 di New York, dilansir dari Anadolu Agency, Ahad (29/9).
Untuk mengatasi krisis Rohingya sebagai masalah internal Myanmar, Hasina menambahkan, maka Myanmar harus mewujudkan kemauan politik yang jelas demi tercapai kembalinya Rohingya yang aman, berkelanjutan, dan bermartabat.
Dalam kesempatan itu, Hasina menyampaikan negaranya mengajukan proposal empat poin untuk menyelesaikan krisis Rohingya dan mempercepat proses repatriasi mereka yang dianiaya. Proposal itu termasuk pencabutan Undang-undang Kewarganegaraan Myanmar 1982 yang mendiskualifikasi Rohingya sebagai warga negara sehingga mereka merasa percaya diri untuk pulang.
Hasina juga mengusulkan agar pihak berwenang di Myanmar mengatur perjalanan untuk perwakilan Rohingya ke negara bagian Rakhine sehingga mereka dapat menilai apakah mereka setuju pulang. Tanpa kehadiran perwakilan internasional, Rohingya akan tak mau ditemani otoritas Myanmar karena mengkhawatirkan keselamatan mereka.
Hasina menyalahkan Myanmar karena gagal menciptakan situasi yang kondusif terhadap lingkungan di sana. "Sampai sekarang, tidak ada satu pun Rohingya yang kembali ke negara asalnya karena kegagalan Myanmar untuk mengembangkan lingkungan yang aman dan sehat di negara bagian Rakhine," ujarnya.
Selama lebih dari dua tahun setelah tindakan keras militer Myanmar pada Agustus 2017 yang mendorong 750 ribu Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, dengan jumlah mereka sekarang mencapai lebih dari 1,1 juta. Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah terbunuh, lebih dari 34 ribu orang dilemparkan ke dalam kebakaran, dan lebih dari 114 ribu lainnya dipukuli oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan oleh Ontario International Development Agency (OIDA). Selain itu, sekitar 18 ribu perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115 ribu rumah Rohingya dibakar, dan 113 ribu lainnya dirusak.