Ahad 29 Sep 2019 09:40 WIB

Setop Demo Anti-Presiden, Akses ke Lapangan Tahrir Diblokir

Rezim Sisi lengah ketika akhir pekan lalu ratusan pemrotes beraksi di kota-kota besar

Demonstran meneriakkan slogan antipemerintah di Kairo, Mesir, Sabtu (21/9). Mereka menuntut Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi mundur.
Foto: AP Photo/Nariman El-Mofty
Demonstran meneriakkan slogan antipemerintah di Kairo, Mesir, Sabtu (21/9). Mereka menuntut Presiden Mesir Abdel-Fattah el-Sissi mundur.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pasukan keamanan Mesir telah memblokir akses ke Lapangan Tahrir, Kairo. Lokasi ini merupakan titik fokus yang sangat simbolis dari Revolusi 2011, sebagai bagian dari penumpasan total yang bertujuan menghentikan protes yang direncanakan terhadap Presiden Abdel Fatah al-Sisi.

Barikade dan pos pemeriksaan di jalan-jalan sekitarnya serta Jembatan Qasr al-Nil mengalihkan lalu lintas pada Jumat (27/9) sore dan tiga stasiun metro di bawah alun-alun ditutup. Petugas keamanan pun memantau pejalan kaki di sekitarnya.

Dilansir dari the Guardian, Sabtu (28/9), rezim Sisi tampaknya lengah ketika akhir pekan lalu ratusan pemrotes turun ke jalan di kota-kota besar. Pasukan keamanan kemudian merespons dengan tembakan langsung dan gas air mata.

Lebih dari 2.000 orang telah ditahan, termasuk aktivis terkenal yang tampaknya tidak terlibat dalam protes, menurut kelompok masyarakat sipil. Pada Kamis (26/9), Kementerian Dalam Negeri memperjelas bahwa pihaknya bermaksud menggunakan kekuatan untuk membatalkan demonstrasi pada Jumat.

Seorang warga Pulau Warraq, daerah miskin di Kairo, terlibat dalam pemberontakan berkepanjangan terhadap rencana pembangunan kota. Dia mengatakan, sekitar 300 orang telah melakukan protes anti-Sisi pada Jumat sore yang dikacaukan oleh polisi dengan menembakkan gas air mata dan tembakan burung. Polisi juga membubarkan protes yang melibatkan 50 hingga 60 orang di Distrik Helwan, Kairo Selatan.

Di selatan Mesir, protes berskala kecil juga di gelar di Kota Qus dan Qena, kata seorang saksi mata. Di kota pelabuhan Suez, seorang pria yang turun ke jalan akhir pekan lalu mengatakan, kehadiran militer yang tinggi telah mengurangi prospek protes baru. "Saya pikir pertarungan akan ditunda ke waktu lain," katanya.

photo
Suasana Lapangan Tahrir atau Tahrir Square di Kairo, Mesir, Jumat (27/9).

Sisi, yang berkuasa dalam kudeta pada 2013, telah melakukan penumpasan besar-besaran terhadap kebebasan berbicara dan perbedaan pendapat publik, yang dianggap oleh pengamat sebagai yang terburuk dalam sejarah modern Mesir.

Pada masa kepemimpinannya pula, penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan polisi kepada masyarakat mengalami peningkatan. Menurut Human Rights Watch, kejahatan te hadap kemanusiaan di Mesir meng alami peningkatan dengan perkiraan 60 ribu tahanan politik merana di penjara.

Sisi berusaha memproyeksikan citra bisnis seperti biasa dalam interaksi yang jarang terjadi dengan publik. Hal ini tampak ketika ia menyapa kerumunan yang berkumpul untuk menyambutnya di Bandara Kairo sekembalinya dari Majelis Umum PBB di New York.

"Kalian tidak harus bangun pada Jumat. Itu tidak penting. Jangan khawatir tentang apa pun, apa yang terjadi sebelumnya tidak akan terjadi lagi," kata Sisi. (idealisa masyrafina, ed:setyanavidita livikacansera)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement