Ahad 29 Sep 2019 09:55 WIB

Payung, Simbol Perjuangan Pro Demokrasi Hong Kong

Gerakan payung muncul ketika massa bergerak usai polisi tembakkan gas air mata.

Siswa sekolah di Hong Kong menolak bersekolah dengan berunjukrasa di Hong Kong, China, Senin (2/9).
Foto: Danish Siddiqui/Reuters
Siswa sekolah di Hong Kong menolak bersekolah dengan berunjukrasa di Hong Kong, China, Senin (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh dwina Agustin

Baca Juga

Payung tidak hanya berguna menghalau hujan. Benda ini menjadi simbol gerakan yang kuat di Hong Kong dan mengubah jalan unjuk rasa pada tahun-tahun selanjutnya. Gerakan yang dimulai pada 28 September 2014 ini terus menaruh jejak hingga demonstrasi yang terjadi saat ini.

Dulu, unjuk rasa di Hong Kong berjalan lebih tenang dan damai. Namun, kini kegiatan tuntutan dipenuhi dengan obor hingga lemparan bom molotov yang menyala oleh para polisi anti-huru-hara. Saat ini karakter pemrotes Hong Kong pun telah berubah secara dramatis dalam lima tahun.

Mahasiswa bernama Bunny saat itu adalah salah satu dari ribuan warga Hong Kong yang berkemah di jalanan selama 79 hari. Sosok yang memiliki selera humor dan kesabaran yang luar biasa ini menjadi garda depan dalam protes kala itu.

"Saya mengubah posisi saya dari rasional menjadi lebih keras selama lima tahun ini. Jika bersikap rasional adalah jalan keluar bagi Hong Kong, mengapa tuntutan kita tidak dipenuhi pada 2014?" ujar sosok yang memilih menyamarkan namanya ini, dikutip dari hongkongfp, Sabtu (28/9).

Nama gerakan payung muncul ketika kerumunan besar bergerak setelah polisi menembakkan gas air mata pada unjuk rasa yang dipimpin oleh mahasiswa. Payung menjadi alat yang digunakan orang untuk membela diri dan ini menjadi referensi untuk menamakan gerakan tersebut.

Dibandingkan dengan perselisihan yang terjadi saat ini di Hong Kong, protes 2014 lebih lembut, dengan mahasiswa menyelesaikan pekerjaan di kamp, mendaur ulang limbah, dan polisi sebagian besar menghindari konflik langsung setelah bentrokan awal.

Sementara, pertempuran jalanan yang terjadi telah selama 16 minggu berturut-turut ini menjadi cukup kuat, dengan beberapa kali bentrokan dengan polisi. Banyak dari pendemo yang bergabung dengan Gerakan Payung mengambil bagian dalam protes saat ini.

Seorang teknisi teater berusia 30 tahun bernama Jackool menjadi salah satu demonstran yang terlibat dalam Gerakan Payung dan kembali berpartisipasi pada demo tahun ini. Dia mengelola barikade pada 2014 dan mengharapkan serangan polisi yang tidak pernah datang.

Unjuk rasa itu merupakan pertama kalinya dia memainkan peran dalam politik. "Kami memulai sebagai bukan apa-apa," katanya.

Meski dalam unjuk rasa saat ini Jackool tidak terlibat langsung, partisipasinya tetap berjalan. Dia menghabiskan akhir pekannya sebagai bagian dari armada pengemudi yang menolong pengunjuk rasa yang kembali dari bentrokan.

photo
Seorang pengunjuk rasa menggunakan raket tenis untuk mengembalikan tabung gas air mata ketika polisi anti huru hara menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa di Hong Kong, Cina, Ahad (15/9).

Melihat kondisi demonstrasi yang kini bertepatan dengan lima tahun Gerakan Payung, Jackool merasa sedikit khawatir. Dia takut ketika demonstrasi gagal, Hong Kong akan berubah seperti Xinjiang atau wilayah Cina bagian barat yang sedang bermasalah terhadap pengekangan Muslim Uighur.

Henry Wong merupakan siswa sekolah menengah pada 2014, menghabiskan banyak hari di kamp utama di luar parlemen di Distrik Admiralty. Ia menjadi saksi bagaimana saat itu warga saling membantu dan peduli.

Pria yang kini berusia 22 tahun dan telah menjadi mahasiswa kedokteran ini pun bergabung kembali dalam demonstrasi. Wong menjadi bagian dalam tim yang mempelajari efek 3.000 tabung gas air mata yang telah ditembakkan polisi sejauh ini. Dia juga mempertahankan harapan yang sama, bahkan ketika Cina menolak konsesi lebih lanjut.

"Kami telah membuktikan setelah 2014, kami memiliki kekuatan untuk kembali. Apa pun yang menunggu kita di depan, kita akan kembali dan kita akan melanjutkan perjuangan kita,"kata Wong menunjukkan rasa optimistis dan yakin gerakan ini tidak akan redup. (ed: setyanavidita livikacansera)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement