REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Kelompok Houthi di Yaman mengaku telah membunuh 500 tentara Arab Saudi. Kelompok dukungan Iran tersebut juga mengklaim telah menangkap 2.000 tentara dan menyita kendaraan militer Arab Saudi.
Houthi berusaha memperkuat klaim yang luar biasa ini dengan foto dan video penangkapan para tentara. Dalam video yang ditunjukkan pada konferensi pers itu banyak tentara yang tidak mengenakan seragam.
Selain itu, tidak dapat dijelaskan dan belum ada konfirmasi independen dari pihak Arab Saudi. Houthi menunjukkan gambar kendaraan Arab Saudi yang terbalik dan konvoi yang tidak bergerak.
Houthi mengatakan, serangan itu terjadi tiga hari yang lalu di selatan wilayah Najran, Arab Saudi, yang berbatasan dengan Yaman. Mereka berjanji akan melanjutkan serangan yang lebih intensif lagi.
"Operasi Kemenangan dari Tuhan ini merupakan operasi militer terbesar sejak agresi brutal dimulai. Musuh menderita kerugian yang besar dan petak-petak wilayah dibebaskan hanya dalam beberapa hari," kata juru bicara Houthi, Mohammed Abdul Salam, seperti dilansir the Guardian, Senin (30/9).
Ia juga mengklaim ada ratusan tentara Arab Saudi yang terbaring tewas atau terluka dalam pertempuran, sementara Riyadh tidak memiliki banyak pilihan selain menarik diri. Ia mengatakan, Houthi akan mengakhiri serangannya bila Arab Saudi juga melakukan langkah yang sama.
Jika berhasil diverifikasi, serangan itu menjadi tekanan bagi Arab Saudi dan sangat memalukan bagi kerajaan itu, terutama setelah sistem pertahanan udara patriot buatan Amerika Serikat (AS) gagal melindungi infrastruktur minyak mereka dari serangan drone dan rudal.
Kelompok itu juga mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap infrastruktur minyak Aramco milik Pemerintah Arab Saudi pada 14 September lalu. AS dan Arab Saudi menyalahkan Iran sebagai dalang serangan itu. Sementara itu, Arab Saudi belum membuat pernyataan tentang klaim yang terakhir ini.
Koalisi Teluk yang dipimpin Arab Saudi telah mengintervensi Yaman sejak Maret 2015. Mereka ingin mengembalikan pemerintahan Presiden Yaman Abdul Rabbu Mansour Hadi yang diakui masyarakat internasional setelah Houthi merebut ibu kota Sana'a.
Pada akhir pekan lalu ada laporan yang menyebutkan Arab Saudi sepakat untuk menghentikan pengeboman di Yaman. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memulai perundingan politik demi masa depan negara itu.
Satu pekan setelah klaim serangan ke infrastruktur Arab Saudi, tiba-tiba Houthi menawarkan untuk menghentikan serangan drone ke Arab Saudi. Dewan Keamanan PBB menyambut baik pengumuman itu. Sikap kedua pihak mengisyaratkan proses yang mungkin akan mengarah pada pembahasan penyelesaian politik pada masa depan.
Pembahasan yang dilakukan Houthi dengan pemerintah yang diakui PBB sejauh ini hanya tentang penarikan pasukan dari pelabuhan Laut Merah di Hodeidah serta beberapa langkah lainnya seperti pembebasan tawanan perang.
"(Tawaran Houthi) sebagai langkah pertama yang penting menuju deeskalasi, yang mana perlu diikuti aksi positif di lapangan dan juga sikap menahan diri koalisi (Arab Saudi)," kata pernyataan Dewan Keamanan PBB, pekan lalu.
Dalam perkembangan, Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada Senin menyatakan Houthi juga melepaskan 290 orang Yaman yang menjadi tawanan perang mereka. Pembebasan tawanan itu dilakukan secara sepihak meski tanpa ada mediasi. Termasuk di antara mereka yang dibebaskan adalah 42 orang penyintas yang selamat dalam serangan di pusat tahanan di Dhamar, awal September. n Lintar Satriareuters ed: yeyen rostiyani