REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menduga beberapa pelaku pembunuhan jurnalis the Washington Post Jamal Khashoggi menikmati kekebalan hukum. Hal itu menjadi alasan yang mendorong negaranya untuk tetap menegakkan keadilan atas kasus tersebut.
Dalam opini yang ditulisnya untuk the Washington Post, Erdogan mengatakan bahwa para pelaku pembunuhan Khashoggi melakukan perjalanan ke Turki dengan paspor diplomatik. Mereka pun mengubah bangunan diplomatik, dalam konteks ini gedung konsulat Arab Saudi di Istanbul, sebagai tempat eksekusi atau pembunuhan.
Menurut dia, kedua fakta itu menjadi preseden yang berbahaya. “Mungkin yang lebih berbahaya adalah kekebalan hukum yang tampaknya dinikmati oleh beberapa pembunuh di Kerajaan (Saudi),” kata Erdogan.
“Anggota pembunuh beranggotakan 15 orang yang membunuh Khashoggi dalam konsulat Arab Saudi di Istanbul dan memotong tubuhnya menjadi bagian kecil-kecil, melayani kepentingan negara bayangan di dalam pemerintahan Kerajaan (Saudi),” ucapnya.
Erdogan menjelaskan tekad Turki untuk mencari keadilan atas pembunuhan Khashoggi. Namun, hal itu bukan berarti Turki hendak memusuhi Arab Saudi. Dia menegaskan ikatan kuat antara Ankara dan Riyadh.
“Turki selalu melihat dan terus melihat Kerajaan (Saudi) sebagai teman dan sekutunya. Oleh karena itu, pemerintahan saya membuat perbedaan yang jelas dan tidak salah antara penjahat yang membunuh Khashoggi dan Raja (Saudi) Salman (bin Abdulaziz) serta rakyatnya yang setia,” ujar Erdogan.
Khashoggi dibunuh di gedung konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober tahun lalu. Setelah tewas, tubuh Khashoggi dilaporkan dimutilasi. Hingga kini potongan jasadnya belum ditemukan.
Saudi telah menahan 11 tersangka yang terlibat dalam pembunuhan Khashoggi. Lima di antaranya dilaporkan dituntut hukuman mati. Namun, Riyadh didesak agar menggelar persidangan kasus Khashoggi secara terbuka.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam Majelis Umum PBB, Selasa (25/9).
Pelapor khusus PBB untuk pembunuhan sewenang-wenang, Agnes Callamard, merupakan salah seorang tokoh yang mengkritik cara peradilan Saudi yang tertutup terkait kasus Khashoggi. “Pemerintah Arab Saudi sangat keliru jika percaya bahwa proses ini, seperti yang saat ini dibentuk, akan memuaskan masyarakat internasional, baik dalam hal keadilan prosedural di bawah standar internasional maupun dalam hal validitas kesimpulan mereka,” ucapnya.
Saudi telah menyatakan menolak penyelidikan internasional terkait kasus Khashoggi. Ketua Komisi Dewan HAM Saudi Bandar bin Mohammed al-Aiban telah menjamin bahwa proses peradilan terhadap para pelaku telah berjalan sesuai hukum yang berlaku di negaranya. "Peradilan di Saudi berjalan sesuai dengan hukum internasional dan berlaku dalam semua transparansi," ujarnya.
CIA yang turut menyelidiki kasus Khashoggi memiliki dugaan serupa. Dalam laporannya, CIA meyakini Putra Mahkota Saudi Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) merupakan otak pembunuhan Khashoggi. Namun, Saudi telah berkali-kali membantah keterlibatan putra mahkotanya dalam kasus tersebut. n kamran dikarma, ed: yeyen rostiyani