REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Ketua Parlemen Mesir, Ali Abdel Aal, menyandingkan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dengan pemimpin Nazi Jerman Adolf Hitler. Penyandingan itu tak dilakukan untuk menghina Sisi, melainkan memuji apa yang telah dilakukan dan dibangunnya untuk Mesir.
Dalam pidatonya di parlemen, Aal tak menampik bahwa Hitler adalah seorang pemimpin tiran. “Orang ini melakukan banyak kejahatan dan tidak ada cara saya bisa memuji dia. Pujian saya adalah untuk infrastruktur yang dia bangun yang Jerman unggul olehnya, yang dicapai orang-orang Jerman, dan adalah model unik infrastruktur dalam skala global,” kata dia, dikutip laman Al Araby, Kamis (3/10).
Aal pun meminta anggota parlemen untuk berdiri diam selama satu menit untuk menunjukkan rasa hormat kepada Sisi. Kendati demikian, dia tetap melayangkan kritik kepada pemerintah. “Masalahnya adalah bahwa kita memiliki presiden yang melompat untuk mencapai tujuan dan pemerintahan yang berjalan dengan satu kaki,” ucapnya.
“Membangun negara di masa transisi membutuhkan tindakan keras. Kita tidak memiliki kemewahan untuk berbeda satu sama lain. Rakyat Mesir dituntut untuk berdiri di belakang kepemimpinan politik mereka, karena tidak ada negara yang dapat maju tanpa infrastruktur yang kuat,” ujarnya.
Komentar Aal itu menuai kritik dan protes keras dari rakyat Mesir. Terutama dari mereka yang tela berpartisipasi dalam demonstrasi anti-Sisi. Sejak 20 September lalu, ratusan warga Mesir turun ke jalan dan menuntut Sisi mundur dari jabatannya sebagai presiden. Aksi itu dilakukan setelah pengusaha Mesir yang diasingkan, sekaligus mantan kontraktor militer, Mohammed Ali mengunggah sebuah video di akun Facebook-nya.
Dalam video itu Ali menyebut Sisi dan para pembantunya menghambur-hamburkan dana publik, termasuk untuk membangun istana dan vila presiden. Dia pun menuding praktik korupsi di tubuh pemerintahan merajalela. Oleh sebab itu Ali mengapresiasi warga Mesir yang turun ke jalan untuk menuntut Sisi mundur dari jabatannya.
"Ini adalah revolusi rakyat. Kita harus terhubung bersama sebagai satu dan mengorganisasi turun ke alun-alun," ujar Ali.
Mesir dilaporkan telah menangkap dan menahan lebih dari 2.000 orang, termasuk pengacara, aktivis HAM, aktivis politik, dan akademisi yang berpartisipasi dalam aksi demonstrasi anti-Sisi pada 20-21 September. Mahienoue El-Masry termasuk di antara mereka yang ditahan.
Dia adalah aktivis sekaligus pengacara HAM. El-Masry pernah memperoleh menerima Ludovic Trarieux Award, yakni sebuah penghargaan tahunan yang diberikan kepada seorang pengacara untuk kontribusinya dalam bidang HAM.
Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Michelle Bachelet telah mengutarakan keprihatinan atas penangkapan para demonstran, termasuk aktivis, akademisi, dan pengacara. Dia mendesak otoritas Mesir menghormati pengunjuk rasa.
“Saya mendesak pihak berwenang untuk secara radikal mengubah pendekatan mereka terhadap setiap protes di masa mendatang, termasuk yang mungkin terjadi hari ini,” kata Bachelet dalam sebuah pernyataan pada 27 September lalu, dikutip Anadolu Agency.
Dia berharap para demonstran yang ditangkap dan ditahan dapat segera dibebaskan. “Semua yang ditangkap dan ditahan hanya karena menggunakan hak-hak mereka harus segera dibebaskan. Mereka juga memiliki hak untuk mengekspresikan pendapat mereka di media sosial,” ucapnya.
Bachelet mengingatkan bahwa hukum internasional menjamin hak individu untuk melakukan aksi unjuk rasa damai. “Mereka seharusnya tidak pernah ditahan, apalagi dituding melakukan pelanggaran serius hanya karena menjalankan hak-hak itu,” ujarnya.