REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD— Perdana Menteri Irak, Adel Abdul-Mahdi, mengatakan tuntutan pengunjuk rasa sudah didengar dan meminta mereka untuk pulang.
Di juga mengatakan langkah-langkah pengamanan seperti jam malam sebagai 'obat pahit' yang perlu ditelan.
Hal ini Abdul-Mahdi katakan, dalam pidato yang disiarkan televisi. Sebagai upaya menenangkan demonstrasi yang sudah berlangsung tiga hari di seluruh provinsi Irak.
Sejak Selasa (1/10) pasukan keamanan sudah menembakkan peluru tajam dan gas air mata untuk membubarkan massa.
Langkah yang menyebabkan 33 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya terluka. Sebagai upaya menghentikan demonstrasi pada hari Rabu (2/10) lalu pihak berwenang Irak juga mematikan akses internet di hampir seluruh Irak.
Unjuk rasa yang terjadi tiba-tiba itu sebagian besar dipicu tingginya angka pengangguran. Pengunjuk rasa juga meminta pemerintah untuk memberikan layanan lebih baik lagi dalam sektor listrik dan air dan menghentikan wabah korupsi di negeri yang kaya minyak itu.
"Kami tidak akan membuat janji kosong atau janji yang tidak dapat dipenuhi," kata Abdul-Mahdi dalam pidatonya, Jumat (4/10).
Dia mengatakan tidak ada 'solusi ajaib' untuk menyelesaikan masalah di Irak. Tapi ia juga berjanji untuk membuat undang-undang memberikan jaminan sosial bagi keluarga miskin, memberikan perumahan alternatif bagi residivis dan memerangi korupsi.
"Langkah pengamanan yang kami ambil termasuk jam malam sementara, adalah pilihan sulit, tapi seperti obat pahit, langkah-langkah itu tidak bisa dihindari, kami harus kembali ke kehidupan yang normal di semua provinsi dan menghormati hukum," kata Abdul-Mahdi. n Lintar Satria/AP