Senin 07 Oct 2019 07:08 WIB

Australia Diminta Tunda Perjanjian Dagang dengan Hong Kong

Sejumlah kampus di Australia berseteru atas krisis yang terjadi di Hong Kong

Red:
Demonstrasi di Hong Kong
Foto: EPA-EFE/FAZRY ISMAIL
Demonstrasi di Hong Kong

Perwakilan komunitas warga China kelahiran Hong Kong di Australia meminta Pemerintahan Australia menangguhkan perjanjian perdagangan bebas dengan Hong Kong hingga situasi di kawasan itu kondusif.

Sikap perwakilan komunitas Hong Kong di Australia:

  • Kelompok pro-demokrasi menyerukan warga Hong Kong tetap berada di Australia
  • Mereka mengatakan kesepakatan perjanjian bebas (FTA) Australia-Hong Kong juga harus ditangguhkan
  • Sejumlah kampus di Australia berseteru atas krisis yang terjadi di Hong Kong

 

Desakan ini disampaikan menyusul terus berlanjutnya aksi penolakan atas diberlakukannya Undang-undang darurat di Hong Kong yang berujung ricuh pada Jum'at (5/10/2019) kemarin.

Pernyataan yang diterima ABC pada hari Sabtu (5/10/2019) ditandatangani oleh sejumlah kelompok komunitas warga China asal Hong Kong di Australia seperti Australia Hong Kong Link, NSW HongKongers, dan Kelompok Kepedulian Mahasiswa Perth-Hongkong, mereka menyoroti situasi ekonomi yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi di negara asal mereka seiring dengan terus berlanjutnya aksi unjuk rasa yang telah berlangsung lebih dari empat bulan di kawasan semi otonomi itu.

Dalam pernyataanya mereka meminta Australia untuk menunda dan mempertimbangkan kembali perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Hong Kong.

"Kami mendesak Pemerintah Australia untuk memulai operasi mengevakuasi warga di Hong Kong, serta meminta semua perusahaan Australia untuk menarik semua dana dari kota Hong Kong," tulis pernyataan tersebut.

Perdagangan dua arah Australia dengan Hong Kong ini ditaksir bernilai $ 17,8 miliar pada 2018. Hong Kong tercatat menjadi sumber investasi asing terbesar kelima di Australia.

Kesepakatan ini sendiri telah ditandatangani pada bulan Maret 2019 lalu, tetapi masih harus diratifikasi oleh Parlemen dan sedang dipertimbangkan oleh Komite Tetap Bersama untuk Perjanjian.

Departemen Luar Negeri dan Perdagangan telah dihubungi untuk memberikan komentar tetapi belum menanggapi hingga artikel ini diterbitkan.

Desakan untuk menangguhkan perjanjian perdagangan bebas yang belum diratifikasi antara Hong Kong dan Australia ini juga disuarakan oleh kelompok serikat pekerja.

"Mengingat eskalasi yang terjadi di Hong Kong, ACTU menyerukan kepada Pemerintah untuk menunda kelanjutan perjanjian ini," kata Presiden Dewan Serikat Buruh Australia Michelle O'Neil pada bulan Agustus.

Ditengah meningkatnya ketidakpastian internasional tentang perdagangan, penting bagi Australia untuk melangkah hati-hati sehubungan dengan perjanjian dengan wilayah yang mengalami pergolakan politik dan ketidakstabilan yang signifikan."

Sanksi Magnitsky

 

Dalam pernyataannya perwakilan komunitas Hong Kong di Australia juga mendesak agar pemerintahan Scott Morrison mengizinkan warga Hongkong tetap berada di Australia "tanpa syarat" mengingat kerusuhan yang terus berlanjut di wilayah semi-otonom itu.

"Kami mendesak Pemerintah Australia untuk mengurangi pembatasan permohonan visa bagi warga Hongkong, dan untuk memungkinkan warga Hong Kong yang saat ini berada di Australia agar diizinkan memperpanjang masa tinggal mereka tanpa syarat sampai situasi kerusuhan di dalam kota Hong Kong membaik," tulis pernyataan itu

Permohonan ini merujuk pada kebijakan serupa sebelumnya pernah dilakukan oleh mendiang Perdana Menteri Australia Bob Hawke, yang mengizinkan ribuan pelajar asa China untuk tetap di Australia setelah terjadinya pembantaian di Lapangan Tiananmen tahun 1989.

Salah seorang perwakilan anggota komunitas Hong Kong di Melbourne, Jane Poon, kepada ABC mengatakan salah satu sumber kekhawatiran mereka adalah pemberlakuan UU Darurat yang diumumkan Kepala Eksekutif Hong Kong Carri Lame pada hari Jumat (5/10)2019).

Dengan berlakunya UU ini maka pemerintah mendapat kekuasaan luas untuk menindak pelaku kerusuhan.

Aturan baru ini antara lain melarang peserta aksi unjuk rasa menggunakan masker atau penutup wajah, sesuatu yang banyak dipraktekan oleh massa aksi untuk melindungi identitasnya atau juga melindungi diri dari gas air mata selama berlangsungnya aksi unjuk rasa anti-Beijing yang telah berlangsung lebih dari empat bulan.

"Karena situasi ini kami berharap Pemerintah Australia dapat mengizinkan beberapa pelajar kami di sini untuk memperpanjang visa mereka sampai situasi di kota kami dapat diselesaikan,".

"Saya takut untuk kembali ke Hong Kong. Apakah saya akan kembali ke Australia dengan aman?" kata Jane Poon.

Jane Poon, menambahkan Pemerintah Australia juga harus mempertimbangkan untuk meningkatkan travel warning bagi warganya yang hendak bepergian ke Hong Kong.

"Sekarang tidak aman untuk siapa pun. Bagi turis, jelas tidak aman," katanya.

Mengingat eskalasi yang terjadi, perwakilan warga China Hong Kong juga menyerukan agar warga negara Australia di Hong Kong segera dievakuasi dan mendesak Australia menerapkan kebijakan sanksi Magnitsky terhadap pejabat Hong Kong yang terlibat dalam penindasan hak asasi manusia (HAM).

Bentuk dari Sanksi Magnitsky antara lain memberikan kewenangan bagi otoritas Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan suatu negara untuk melarang perjalanan dan membekukan aset individu yang telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat di suatu negara.

Bulan lalu, para pemimpin mahasiswa pro-demokrasi Hong Kong memperingatkan potensi terjadinya peristiwa "Lapangan Tiananmen lain" selama kunjungan mereka ke Australia dan mengungkapkan keprihatinannya terhadap mahasiswa internasional dari Hong Kong.

Ketegangan antara mahasiswa Hong Kong dan mahasiswa China daratan di sejumlah kampus di Australia juga meningkat menyusul terjadinya gelombang protes pro-demokrasi. Kondisi ini memicu konfrontasi yang memanas di universitas-universitas di Brisbane, Adelaide dan Canberra.

Diterbitkan ulang dari artikel ABC News.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement