Ahad 06 Oct 2019 22:37 WIB

Gelombang Protes Baru di Hong Kong Akibat Larangan Masker

Pemerintah melarang demonstran menggunakan masker wajah

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Andri Saubani
Rekan sekolah Tsang Chi-kin, pria yang ditembak polisi Hong Kong, melakukan aksi duduk di sekolah mereka, rabu (2/10).
Foto: Susana Vera/Reuters
Rekan sekolah Tsang Chi-kin, pria yang ditembak polisi Hong Kong, melakukan aksi duduk di sekolah mereka, rabu (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG - Demonstrasi oleh ribuan orang di Hong Kong kembali menggelora, Jumat, Sabtu dan Ahad waktu setempat. Kali ini, para demonstran menolak larangan pemerintah terhadap penggunaan masker wajah.

Larangan yang diberlakukan Sabtu (5/10) memicu kemarahan warga sehingga menimbulkan aksi demonstrasi tiga hari yang semeraut. Demonstrasi hari ketiga pada Ahad mengalami kerusuhan. Polisi menembakkan gas air mata ke arah demonstran, sementara para demonstran melemparkan batu bata dan bom bensin saat matahari mulai terbenam di Hong Kong.

Larangan penggunaan masker wajah yang mulai berlaku tengah malam Jumat (4/10) itu memicu kegusaran demonstran secara luas. Mereka pada akhirnya rusuh, melakukan pembakaran-pembakaran di jalan, dan memberontak kepada pihak kepolisian.

"Undang-undang anti-masker wajah hanya memicu kemarahan kita, dan lebih banyak orang akan datang ke jalan," ujar Lee seorang mahasiswa yang mengenakan topeng biru. "Kami tidak takut dengan UU baru, kami akan terus berjuang. Kami akan memperjuangkan kebenran. aya mengenakan topeng untuk memberi tahu pemerintah bahwa saya tidak takut akan tirani."," teriaknya.

Awalnya, polisi berbaris untuk membubarkan kerumunan di tengah hujan. Sebagian besar aksi para demosntran memang berjalan damai. Namun, kerusuhan mulai terjadi ketika para demonstran menghalangi jalan utama. Polisi kemudian memerintahkan mereka untuk segera pergi.

"Anggota masyarakat disarankan untuk tetap berada dalam ruangan dan menutup jendela mereka," kata pernyataan polisi.

Demonstrasi kembali terjadi ketika tantangan hukum yang diajukan oleh 24 legislator diberhentikan dalam upaya kedua pembatalan peraturan. Namun, pengadilan setuju utnuk mempercepat persidangan yang lebih substansial dari undang-undang kasus ini hingga akhir Oktober.

"Saya pikir Pengadilan Tinggi melihat pentingnya kasus ini dan itulah sebabnya mereka mengambil langkah langka untuk membiarkan kasus ini berlanjut dengan periode waktu yang terpendek," kata legislator pro-demokrasi Dennis Kwok seperti dilansir Aljazirah, Ahad (6/10).

Setelah empat bulan demonstrasi oleh warga di kota-kota Hong Kong, Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengajukan hukum era kolonial. Hukum tersebut berarti, Lam mungkin membuat "peraturan apa pun" selama masa bahaya publik.

Dia menggunakannya untuk melarang pengguanan masker wajah yang digunakan para pengunjuk rasa untuk menyembunyikan identitas mereka atau untuk melindungi diri dari gas air mata. Dia juga memperingatkan akan menggunakan kekuatan untuk membuat peraturan baru jika kerusuhan tidak mereda.

Sarah Clarke dari Aljazirah melaporkan dari Hong Kong, bahwa kasus permintaan penangguhan UU terebut oleh legislator pro demokrasi diajukan karena anggota parlemen pro-demokrasi percaya larangan itu tidak konstitusional dan melanggar mini-konstitusi Hong Kong, yang merupakan hukum dasar.

"Kasus khusus itu telah ditolak, tetapi masih ada upaya oleh para legislator pro-demokrasi ini untuk melakukan peninjauan kembali agar UU anti-masker wajah khusus ini dibuang sama sekali," ujar Clarke.

Aksi demonstrasi ini dipicu oleh Rancangan Undang-Undang (RUU) ekstradisi. Unjuk rasa kemudian meluas dengan berbagai macam tuntutan pro-demokrasi.

Pengumuman oleh Lee tentang larangan masker wajah membuat orang-orang mengamuk, bahkan hingga merusak fasilitas publik kereta api bawah tanah.

Sistem kereta bawah tanah yang membawa empat juta orang setiap harinya, ditutup pada Jumat malam dan sepanjang hari sabtu. Hong Kong menjadi sepi, kemarin. Banyak binsnis yang tutup.

Jaringan dan mal supermarket utama juga mengumumkan bahwa pihaknya akan tutup, sebab adanya antrean panjang dan pembelian yang terbilang panik, ketika penduduk membeli barang-barnag kebutuhan pokok.

Pada Ahad, operator kereta bawah tanah mengatakan 45 stasiun akan dibuka. Meski sebanyak 48 stasiun tetap tertutup, sebab setasiun itu berada di jantung distrik wisata utama kota serta daerah-daerah yang paling parah dilanda oleh protes dan vandalisme.

Forum di media soial yang digunakan oleh gerakan protes tanpa pemimpin untuk mengorganisir, mendorong para pengunjuk rasa untuk mengadakan unjuk rasa tanpa protes di Taman Victoria, Ahad malam. Meski demikian, sebagian besar stasiun di daerah kota ditutup, tidak jelas apakah mereka akan dapat mengumpulkan jumlah yang layak.

"Ini taktik yang sangat cerdik atas nama polisi karena mereka mendemobilisasikan kelompok sehingga orang tidak bisa sampai ke lokasi protes," kata Clarke dari Aljazirah.

Lam telah membela diri menggunakan kekuatan darurat. Dia juga mengatakan, bersedia untuk membuat lebih banyak perintah eksekutif jika kekerasan berlanjut. "Kami tidak bisa lagi membiarkan perusuh menghancurkan Hong Kong kami yang berharga," kata Lam dalam sebuah pernyataan video.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement