Senin 07 Oct 2019 07:49 WIB

Whistleblower Kedua Muncul untuk Pemakzulan Trump

Whistleblower kedua merupakan pejabat intelijen yang mengetahui telepon Trump.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Presiden AS Donald Trump, 22 September 2019.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump, 22 September 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Muncul pembocor rahasia atau whistleblower kedua dalam kasus penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Hal itu diungkapkan pengacara dari whistleblower pertama Mark Zaid.

Dilansir dari BBC, Senin (7/10) di stasiun televisi NBC, Zaid mengatakan whistleblower kedua tersebut adalah seorang pejabat intelijen. Mereka juga sudah berbicara dengan inspektur jenderal komunitas intelijen.

Baca Juga

Sampai kini Gedung Putih belum membuat pernyataan resmi. Trump berulang kali membantah keluhan whistleblower pertama. Saat ini juga belum ada rincian apa pun tentang klaim whistleblower kedua.

Namun, Zaid mengatakan orang itu yang mengetahui persisnya sambungan telepon antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli lalu. Sambungan telepon itu yang memicu House of Representative meluncurkan penyelidikan pemakzulan.

Pada Jumat (4/10) lalu, surat kabar New York Times melaporkan orang kedua tersebut memiliki 'informasi yang lebih langsung' terhadap sambungan telepon itu. Belum diketahui apakah pembocor rahasia kedua tersebut juga akan diwakili oleh Zaid atau tidak.

Pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani mengatakan ia tidak terkejut akan ada 'sumber rahasia' kedua. Di media sosial Twitter, Giuliani menyebut penyelidikan pemakzulan itu bermotif politik dan ia juga mencela media.

Sumber yang kedua itu belum mengajukan keluhan atau kesaksian resmi ke komite House. Tapi New York Times melaporkan orang itu telah berbicara dengan inspektur jenderal komunitas intelijen. Kabarnya pembicaraannya dengan inspektur jenderal menguatkan kesaksian yang pertama.

Gedung Putih bersikeras telah membuka transkrip sambungan telepon antara Trump dan Zelensky. Tapi penyelidik hanya melihat sebagian transkripnya. Mereka sudah mengajukan permintaan tertulis kepada Departemen Luar Negeri AS untuk segera memberikan dokumen lain yang berkaitan dengan sambungan telepon itu.

Pada Sabtu (5/10), Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan ia akan memenuhi permintaan itu. Tapi ia mengeluh stafnya mendapat perlakuan kasar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement