Senin 07 Oct 2019 08:48 WIB

PBB: Hentikan Kekerasan Terhadap Demonstran di Irak

Liga Arab berharap, Pemerintah Irak mengambil semua langkah untuk menenangkan situasi

Demonstrasi antipemerintah di Baghdad, Irak, Rabu (2/10). Massa menuntut perbaikan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja.
Foto: (AP Photo/Hadi Mizban
Demonstrasi antipemerintah di Baghdad, Irak, Rabu (2/10). Massa menuntut perbaikan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- PBB mengecam aksi kekerasan terhadap para demonstran di Irak. Aksi unjuk rasa selama beberapa hari terakhir di sana dilaporkan telah menewaskan setidaknya 100 orang dan menyebabkan ribuan orang lainnya luka-luka.

Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Irak Jeanine Hennis menyesalkan aksi demonstrasi di Irak yang memakan korban jiwa dan luka. "Lima hari dilaporkan kematian dan cedera, ini harus dihentikan," kata dia melalui akun Twitter pribadinya pada Sabtu (5/10), dikutip laman Aljazirah.

Dia menyerukan semua pihak menahan diri dan melakukan refleksi. "Mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan harus dimintai pertanggungjawaban," ujar Hennis.

Aksi demonstrasi di Irak telah berlangsung sejak 1 Oktober 2019. Masyarakat turun ke jalan untuk memprotes permasalahan yang mereka hadapi. Beberapa di antaranya, meningkatnya pengangguran, akses terhadap layanan dasar, termasuk air dan listrik yang terbatas. Begitu pun dengan praktik korupsi di pemerintahan yang merajalela.

Peserta mendesak Perdana Menteri Irak Adel Abdul-Mahdi mundur dari jabatannya. Mereka menginginkan pekerjaan dan layanan publik yang lebih baik. "Kami telah menuntut mereka selama bertahun-tahun dan pemerintah tidak pernah menanggapi," ujar seorang demonstran, Abdallah Wahid (27 tahun), dikutip dari laman Aljazirah.

Irak tengah berjuang memulihkan perekonomiannya setelah terlibat pertempuran selama tiga tahun melawan ISIS antara 2014 hingga 2017. Infrastruktur di negara itu porak-poranda akibat peperangan.

Banyak warga menilai, pemerintah gagal membangun kembali negara tersebut. Selain infrastruktur, peperangan melawan ISIS juga menyebabkan jutaan warga Irak mengungsi.

Pada Oktober tahun lalu, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan, hampir empat juta warga Irak telah kembali ke rumah dan permukimannya masing-masing. ISIS menyebar di Irak pada 2014 dan akhirnya merebut sekitar sepertiga dari negara tersebut. Hal ini memaksa enam juta warga Irak melarikan diri demi keselamatan.

"Untuk pertama kalinya dalam hampir empat tahun, jumlah warga Irak yang telantar telah turun di bawah dua juta, hampir empat juta telah kembali ke rumahnya," kata IOM.

IOM menyebut, sekitar 1,9 juta warga Irak masih telantar dan belum kembali ke rumahnya. "Mereka mengeluhkan kurangnya sarana dan kesempatan kerja serta ketidakamanan, kerusakan rumah, dan infrastruktur," ujar IOM.

Liga Arab menyerukan Pemerintah Irak berdialog dengan demonstran. "Kami menantikan Pemerintah Irak mengambil semua langkah untuk menenangkan situasi," kata Liga Arab dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (5/10), dikutip laman Anadolu Agency.

Liga Arab mendukung Irak mengambil segala tindakan untuk mengakhiri eskalasi serta mengembalikan perdamaian dan keamanan negara. Sejak 1 Oktober lalu, Irak diguncang gelombang demonstrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement