REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Pemerintah Taiwan menyebut Cina sedang mempraktikkan ekspansionisme otoriter di kawasan Pasifik. Hal itu menyusul rencana Cina menghadirkan militernya di dua negara Pasifik yang baru-baru ini memutuskan hubungan Taiwan.
Berbicara di forum kerja sama negara-negara Pasifik pada Senin (7/10), Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengaku telah mengetahui informasi tentang ketertarikan Cina membuka kembali stasiun radar di Kiribati dan membangun pangkalan angkatan laut di Provinsi Barat Kepulauan Solomon.
“Dari perspektif strategis jangka panjang, teman-teman dan mitra-mitra yang berpikiran sama harus benar-benar khawatir apakah Pasifik akan tetap bebas dan terbuka, dan apakah para aktor kunci mengikuti tatanan internasional yang berbasis aturan,” ujar Joseph.
Dia memperingatkan hadirin tentang masih berlangsung perselisihan sengketa antara Cina dan negara-negara Asia Tenggara di Laut Cina Selatan. “Saya tentu tidak ingin melihat Pasifik berubah menjadi Laut Cina Selatan yang lain, dengan kita semua suatu hari mengeluh sudah terlambat bagi kita untuk melakukan apa pun,” ucapnya.
Pada September lalu, Kepulauan Solomon dan Kiribati memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan mengalihkan relasi tersebut kepada Cina. Cina memang kerap mengklaim Taiwan sebagai provinsi tersendiri yang tak memiliki hak membuka hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kini Taiwan hanya memiliki hubungan diplomatik dengan empat negara di Pasifik, yakni Palau, Kepulauan Marshall, Tuvalu, dan Nauru. Secara keseluruhan terdapat 15 negara di dunia yang membuka hubungan diplomasi dengan Taiwan.
Hubungan antara Cina dan Taiwan memang kerap memanas. Sebab, Cina memandang Taipei sebagai provinsi yang memberontak. Cina telah memberi tekanan kepada Presiden Taiwan Tsai Ing-wen selama beberapa bulan terakhir.
Tsai dituding memiliki misi mendorong kemerdekaan resmi Taiwan. Cina pun geram atas dukungan yang diberikan Tsai untuk aksi demonstrasi Hong Kong yang telah berlangsung selama empat bulan terakhir.
Namun menurut Tsai, dukungan itu memang perlu diberikan. “Kami adalah negara demokrasi dan kebebasan serta akan menunjukkan dukungan bagi siapa pun di dunia yang mengejar demokrasi serta kebebasan. Demikian juga, penguasa mana pun harus hati-hati mendengarkan pencarian rakyat akan kebebasan dan demokrasi serta menghormati kehendak rakyat,” kata Tsai pada akhir September lalu.