Iran dituding telah menahan sejumlah akademisi berkewarganegaraan ganda, beberapa di antaranya warga negara Australia Iran. Otoritas Iran menahan mereka atas tuduhan spionase.
Warga Australia asal Iran ditahan Iran:
- Informasi yang didapat ABC menunjukkan warga Australia Dr Hosseini Chavoshi tidak bisa meninggalkan Iran, meskipun media pemerintah Iran melaporkan tuduhan terhadapnya telah dibatalkan
- Dia ditangkap saat melakukan perjalanan studi ke Teheran pada bulan Desember 2018
- Jumlah warga negara asing yang ditahan di Iran meningkat
Hingga kini tercatat tiga warga Australia ditahan di Iran, kasus mereka menjadi perhatian publik. Dua diantaranya telah dibebaskan pada akhir pekan lalu. Namun warga Australia keempat diyakini tidak dapat meninggalkan negara itu.
Meimanat Hosseini Chavoshi, seorang pakar kependudukan dari University of Melbourne, sedang melakukan studi banding di Teheran pada Desember 2018 ketika dia ditangkap dan dituduh melakukan "spionase sosial" dan "berkolaborasi" dengan Barat.
Menurut TV pemerintah Iran, kasusnya telah dihentikan oleh pihak berwenang Iran, tetapi Dr Hosseini Chavoshi, warga yang memiliki kewarganegaraan ganda Australia dan Iran, belum diketahui kabarnya.
Informasi yang didapatkan ABC menunjukan Dr Hosseini Chavoshi kemungkinan menjadi ditahan di Iran di luar kemauannya.
Tidak terlibat kegiatan politis
Dr Hosseini Chavoshi mendedikasikan karirnya untuk mempelajari populasi, fertilitas dan kebijakan populasi Pemerintah Iran, menurut koleganya Profesor Abbas Milani, seorang sejarawan politik dari Universitas Stanford, AS.
"Tidak ada dalam materi yang ditulisnya yang bersifat politis," katanya kepada ABC.
"Sebaliknya, karyanya justru memuji keberhasilan usaha awal pengendalian populasi di Iran.
"Saya menduga ia hanya berada di tempat yang salah dan pada waktu yang salah dan dapat digunakan sebagai alat."
Departemen Luar Negeri Australia menolak mengomentari kasus Dr Hosseini Chavoshi tetapi mengatakan pihaknya memberikan bantuan konsuler kepada seorang warga negara Australia di Iran.
Akademisi jadi target
Akademisi lain yang juga ditahan di Iran adalah dosen University of Melbourne Kylie Moore Gilbert.
Perempuan berkewarganegaraan ganda Australia dan Inggris ini telah dipenjarakan selama hampir setahun setelah dilaporkan divonis penjara 10 tahun.
Kasus yang dialami dua akademisi ini, Kylie Moore Gilbert dan Dr Hosseini Chavoshi, hanyalah sebagian dari semakin banyak akademisi berkewarganegaraan ganda yang diklaim Iran bekerja sebagai mata-mata, sebuah tuduhan yang dapat diancam hukuman mati di Iran.
Profesor Milani, yang juga seorang tahanan politik di bawah Shah Iran pada tahun 1970-an, mengatakan jumlah warga asing yang ditahan di Iran semakin bertambah.
"Ada seorang warga negara Prancis, seorang warga negara Swedia, beberapa akademisi Amerika-Iran yang telah ditahan dan keluarga mereka menolak untuk membocorkan nama mereka karena mereka telah diberitahu bahwa kisah mereka akan menjadi lebih buruk jika nama mereka terbuka untuk umum," katanya.
"Ini adalah pola yang telah dilakukan oleh rezim Iran dan sangat tragis melihat kehidupan ini dihancurkan."
Tahun lalu, sekelompok pegiat pelestarian alam dan cendekiawan di seluruh dunia telah mengirim surat terbuka kepada Pemimpin Tertinggi Iran dalam rangka mengadvokasi 10 akademisi yang ditahan di Iran, banyak dari mereka sedang mempelajari binatang harimau Asia yang terancam punah.
Akademisi yang ditahan ini juga diduga telah dijadikan alat pertukaran tahanan oleh otoritas Iran.
Ilmuwan Iran Reza Dehbashi Kivi akhirnya diizinkan kembali ke Iran setelah ditahan di Australia selama 13 bulan atas tuduhan Amerika Serikat kalau ia berusaha mengekspor peralatan pertahanan ke Iran.
Meski belum terkonfirmasi oleh Pemerintah Australia, namun diduga pembebasannya dilakukan dengan imbalan pembebasan dua blogger traveling asal Australia yang ditahan oleh Iran.
Kedua blogger Australia itu dibebaskan pada saat yang bersamaan dengan pembebasan Reza Dehbashi.
Jika pertukaran tahanan antara Australia dan Iran ini benar terjadi, Profesor Milani menyebut sangat tragis jika akademisi sedang digunakan dalam pertukaran tahanan semacam itu.
"Hal ini akan sangat menghancurkan kehidupan mereka, menyadari mereka telah digunakan sebagai pion dalam negosiasi seperti ini, sesuatu yang sangat memalukan," katanya.
Profesor Milani mengatakan seringnya terjadi penahanan akademisi ini banyak berkaitan dengan penanganan kasus oleh pemerintah asing.
"Saya pikir praktek pertukaran tahanan ini hanya akan semakin memperkuat keinginan rezim Iran untuk terus mengambil sandera," katanya.
"Alasan mereka terus melakukannya adalah karena negara-negara Barat secara historis mengikuti permainan ini."
"Jika saja negara barat tegas sejak awal dan mengatakan 'tidak', maka permainan mereka itu tidak akan menguntungkan bagi mereka seperti sebelumnya."
Simak berita-berita menarik lainnya di situs ABC Indonesia.