Rabu 09 Oct 2019 19:12 WIB

Thailand Minta Kedai Kopi Simpan Data Pengguna Wi-Fi

Thailand mengintensifkan tindakan keras terhadap berita dan kritik palsu.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Wifi
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Wifi

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah Thailand telah meminta semua kedai kopi menyimpan data lalu lintas pelanggan yang menggunakan Wi-Fi selama 90 hari. Informasi yang dikumpulkan akan diminta oleh pemerintah ketika diperlukan.

Keputusan tersebut diperlukan untuk mencegah kejahatan dan melacak tersangka. Namun, muncul kekhawatiran akan privasi dan penyalahgunaan data yang dikumpulkan.

Baca Juga

"Ini bermanfaat bagi pihak berwenang dan pemilik toko yang dapat melindungi diri jika pelanggan melakukan kesalahan ketika menggunakan Wi-Fi mereka," kata Menteri Ekonomi Digital dan Masyarakat Buddhipongse Punnakanta, dikutip dari The Straits Times, Rabu (9/10).

Buddhipongse menyatakan, pemerintah hanya meminta kerja sama dari pengusaha kedai kopi dan tidak mewajibkan untuk menerapkan permintaan tersebut. Hanya saja, bagi mereka yang tidak melakukannya dapat menghadapi tuduhan kejahatan komputer dan didenda hingga 500 ribu baht atau sekitar Rp 234 juta.

Menteri itu tidak merinci jenis kejahatan apa yang ditargetkan oleh pihak berwenang. Namun, sejak menjabat pada Juli, dia telah mengintensifkan tindakan keras terhadap berita dan kritik palsu terhadap pemerintah dan kerajaan.

"Beberapa orang cenderung mengakses internet melalui Wi-Fi di kedai kopi untuk melakukan pelanggaran karena mereka berpikir tidak ada data yang dikumpulkan," kata Buddhipongse, dikutip dari Bangkok Post.

Hukum digital yang mewajibkan semua penyedia Internet memelihara data masuk selama setidaknya 90 hari telah berlaku sejak 2007. Dalam hal penegakan hukum, pihak berwenang hanya fokus pada operator skala besar seperti Internet dan penyedia telekomunikasi, rantai kedai kopi milik asing, dan tidak melibatkan kedai dan warung berskala kecil.

"Tiba-tiba, pemerintah ingin menegakkannya tanpa mendidik orang terlebih dahulu. Ini pasti menciptakan kebingungan dan beban bagi operator," kata pakar hukum siber Paiboon Amonpinyoket.

Banyak pemilik dan manajer kedai kopi tidak mengetahui hukum baru itu dan rencana pemerintah untuk menegakkannya. Sedangkan pihak lainnya khawatir tindakan baru ini akan menyebabkan pengurangan jumlah pelanggan yang khawatir tentang privasi dan penyalahgunaan data mereka.

"Kebanyakan orang tidak tahu data masuk mereka disimpan oleh toko ketika mereka menggunakan Wi-Fi. Sekarang mereka tahu dan mungkin panik, meskipun kami belum pernah menggunakan data seperti itu," kata Direktur Drip and Drop Coffee Supply Bangkok Suparat Rattanabunditsakul

Untuk menyimpan data banyak pelanggan hingga 90 hari, toko-toko perlu membeli peralatan penyimpanan baru atau meningkatkan perangkat lunak yang akan menelan biaya setidaknya ribuan baht. Kondisi itu sepertinya tidak akan mudah diterima karena membebani kedai dan warung.

"Langkah ini tidak menjamin mereka yang berniat melakukan kejahatan dapat dihentikan. Mereka dapat menggunakan VPN atau cara lain untuk menghindari berbagi data mereka," kata koordinator Thai Netizen Network, kelompok nirlaba untuk kebebasan internet dan hak digital, Arthit Suriyawongkul.

Arthit mengatakan, ketika seseorang menggunakan Wi-Fi toko atau kedai, alamat IP dan waktu penggunaan dibagi dengan toko-toko. Jika pengguna masuk ke Wi-Fi dengan alamat email dan informasi pribadi lainnya seperti nomor ID, akan memudahkan bagi pemilik koneksi melacaknya.

Penjelajahan web, kata sandi, dan pesan pribadi pengguna juga dapat diekspos, tergantung pada seberapa aman situs dan aplikasi yang digunakan. Situs 'https' lebih aman daripada 'http' karena yang pertama hanya mengidentifikasi akses ke situs tetapi bukan kegiatan di dalamnya.

"Ini telah menciptakan lebih banyak masalah bagi publik dan bahkan mungkin tidak terbukti menjadi tindakan yang efektif untuk mencegah kejahatan. Ini lebih merupakan alat bagi pemerintah untuk menjaga orang tetap di jalur dan tidak membuat pendapat berbeda," ujar Arthit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement