REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China merencanakan pembatasan visa yang lebih ketat bagi warga AS yang terkait dengan kelompok anti-China. Menurut sumber yang mengetahui pengajuan rencana pembatasan tersebut, rencana itu diajukan menyusul pembatasan visa serupa yang lebih dulu diterapkan oleh AS terhadap warga China.
Pembatasan visa AS untuk pemerintah dan pejabat Partai Komunis China diumumkan pada Selasa (8/10). Pembatasan tersebut berkaitan dengan keyakinan AS atas kasus kekerasan terhadap minoritas Muslim di negara itu sehingga memicu sikap yang sama dilancarkan oleh China.
“Ini bukanlah hal yang kami ingin lakukan, namun nampaknya kami tidak mempunyai pilihan lain,” ujar sumber yang tidak ingin diungkap identitasnya tersebut.
Kementerian Keamanan Masyarakat China dalam beberapa bulan terakhir menyusun peraturan yang membatasi siapa saja yang bekerja atau disponsori oleh badan intelijen AS dan kelompok hak asasi manusia (HAM) untuk bepergian ke China. Pemerintah China akan memberi mandat kepada penyusun rencana pembatasan visa untuk memasukkan institusi terkait militer dan intelijen AS serta kelompok HAM ke dalam daftar hitam visa China.
Pembatasan yang semakin ketat itu muncul di tengah perhatian pemerintah China akan penggunaan organisasi oleh pemerintah AS untuk mendorong aksi unjuk rasa antipemerintah di China dan Hong Kong. Selain itu, hal ini akan menjadi pembalasan bagi aturan ketat visa AS bagi akademisi dan pejabat China yang diumumkan pada Mei lalu.
“Rencana pembatasan visa sudah didiskusikan lebih jauh dengan pejabat kepolisian senior beberapa bulan belakangan, namun baru akan diterapkan setelah unjuk rasa Hong Kong dan pembatasan visa bagi pejabat China,” kata sumber itu.
Badan Keimigrasian Nasional China, yang bekerja di bawah Kementerian Keamanan Masyarakat, belum merespons untuk membicarakan tentang hal ini. Perselisihan antara China dengan AS diperparah dengan munculnya serangkaian isu, termasuk persaingan perdagangan, HAM, dan kekhawatiran akan keamanan negara.
AS mengambil langkah besar dalam mengkonfrontasi China pada Mei lalu dengan melarang perusahaan teknologi raksasa China, Huawei, mendapat komponen dan teknologi dari AS tanpa izin pemerintah. Pemerintah AS juga menuduh peranti teknologi buatan Huawei bisa digunakan oleh pemerintah China untuk memata-matai, yang kemudian berulang kali dibantah oleh China.