Jumat 11 Oct 2019 17:37 WIB

Iran Sebut tak Ada Korban Tewas dalam Serangan Tanker

Minyak mentah yang diangkut tanker Iran pun luber ke laut sepanjang 93 kilometer.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Kapal tanker Iran Sabiti saat melakukan perjalanan di Laut Merah, Jumat (11/10).
Foto: Iranian Oil Ministry SHANA via AP
Kapal tanker Iran Sabiti saat melakukan perjalanan di Laut Merah, Jumat (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Sayyed Abbas Mousavi mengungkapkan tak ada korban tewas dalam serangan terhadap kapal tanker milik negaranya di dekat pelabuhan Jeddah, Arab Saudi, Jumat (11/10). Para awak kapal dalam kondisi aman.

Mousavi mengungkapkan, saat ini penyelidikan terhadap serangan tersebut sedang dilakukan. “Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa tindakan sabotase terhadap tanker Iran telah dilakukan di Laut Merah dan penyelidikan sedang dilakukan,” ujar Mousavi, dikutip laman Mehr News Agency.

Baca Juga

Dia menyatakan dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat serangan terhadap kapal tanker Iran turut menjadi tanggung jawab pelaku. “Semua tanggung jawab tindakan ini, termasuk pencemaran lingkungan di kawasan tersebut, menjadi tanggung jawab mereka (para pelaku serangan),” katanya.

Menurut Kepala Eksekutif The National Iranian Tanker Company (NITC) Nasrollah Sardashti tumpahan minyak akibat serangan terhadap kapal tanker telah ditangani dan dikendalikan. Kapal yang menjadi sasaran serangan diketahui bernama Sabiti milik National Iranian Oil Company (NIOC).

Kapal tersebut dihantam dua rudal saat sedang berada di dekat pelabuhan Jeddah. “Dua rudal menghantam kapal milik Iran di dekat kota pelabuhan Jeddah, Arab Saudi,” kata NIOC, dikutip televisi pemerintah Iran dalam laporannya.

Serangan itu menyebabkan Sabiti terbakar. Minyak mentah yang diangkutnya pun luber ke laut sepanjang 93 kilometer. Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun peristiwa itu diperkirakan akan meningkatkan ketegangan antara Iran dan Saudi.

Hubungan kedua negara telah memanas sejak dua fasilitas minyak Saudi Aramco diserang pada 14 September lalu. Serangan itu dilancarkan dengan mengerahkan 18 pesawat nirawak dan tujuh rudal jelajah. Sebanyak lima persen produksi minyak dunia dilaporkan terpangkas akibat peristiwa tersebut. Aramco diketahui merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia.

Kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun klaim mereka diragukan Barat mengingat kecanggihan dan daya jangkau serangan.

Amerika Serikat (AS) bersama Inggris, Prancis, dan Jerman justru menuding Iran sebagai pihak yang mendalangi serangan ke fasilitas Aramco. Namun, mereka memang belum memberikan bukti yang valid sehubungan dengan tuduhan tersebut. Iran telah dengan tegas membantah terlibat dalam serangan terhadap Aramco.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement