Sabtu 12 Oct 2019 19:16 WIB

Putin: Suriah Harus Bebas dari Militer Asing

Putin mengaku terus membahas kehadiran militer asing dengan Iran, Turki dan AS

Rep: kamran Dikamra/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Iring-iringan kendaraan militer menuju ke perbatasan Turki-Suriah.
Foto: AP Photo/Lefteris Pitarakis
Iring-iringan kendaraan militer menuju ke perbatasan Turki-Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Suriah harus dibebaskan dari kehadiran militer asing. Pernyataan itu muncul saat Turki sedang menggelar operasi militer di negara tersebut.

“Setiap orang yang secara tidak sah berada di wilayah negara mana pun, dalam hal ini Suriah, harus meninggalkan wilayah ini. Ini berlaku untuk semua negara,” kata Putin dalam sebuah wawancara dengan RT, Sky News, dan Al Arabiya, Jumat (11/10).

Baca Juga

Dia mengaku terus membahas tentang kehadiran militer asing di Suriah bersama Iran, Turki, dan Amerika Serikat (AS). “Saya selalu mengatakan kepada rekan-rekan kami bahwa ada kebutuhan untuk membebaskan Suriah dari kehadiran militer asing,” ujarnya.

Putin menyatakan siap menarik pasukan Rusia yang saat ini masih berada di Suriah. “Jika pemerintah Suriah yang sah di masa depan mengatakan bahwa mereka tidak membutuhkan pasukan Rusia untuk tetap di negara tersebut, itu juga akan menjadi perhatian Rusia,” ucapnya.

Putin menyoroti kebutuhan untuk sepenuhnya memulihkan integritas wilayah Suriah. Rusia dan Iran diketahui merupakan sekutu utama Presiden Bashar al-Assad dalam memerangi kelompok milisi serta pemberontak di Suriah.

Saat ini pemerintahan Assad telah berhasil menguasai kembali hampir seluruh wilayah negaranya yang sebelumnya dikuasai ISIS atau kelompok oposisi bersenjata. Kemenangan atas ISIS pula yang mendorong AS memutuskan menarik pasukannya dari Suriah. Hal itu diumumkan Presiden AS Donald Trump pekan lalu.

Namun Turki, yang selama ini turut terlibat dalam konflik Suriah, melancarkan operasi militer pada Rabu lalu. Sama seperti dua operasi yang pernah dilakukan sebelumnya, Ankara ingin menumpas pasukan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) dan Partai Persatuan Demokratik Suriah (PYD). Ankara memandang YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yakni kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. 

Negara-negara Eropa dan Arab telah mengecam operasi militer Turki. Aksi militer mereka dianggap melanggar kedaulatan wilayah Suriah dan mengancam stabilitas kawasan serta melanggar hukum internasional.

Turki didesak untuk segera menghentikan operasi militernya. Hal itu penting guna menghindari terjadinya bencana atau krisis kemanusiaan baru di Suriah.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement