REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Seorang juru bicara pemerintah Iran mengatakan, akan menpelajari fakta sebelum memberi respons atas penembakan kapal tanker minyak di Laut Merah. Mereka menyatakan serangan tersebut merupakan sikap pengecut.
"Iran menghindari tergesa-gesa, dengan cermat memeriksa apa yang telah terjadi dan menyelidiki fakta," kata juru bicara pemerintah Ali Rabei, dikutip oleh kantor berita resmi IRNA.
Kapal tanker milik National Iranian Tanker Company (NITC) menjadi sasaran rudal dua kali saat sedang berada di sekitar 96 kilometer dari pelabuhan Jeddah, Arab Saudi, Jumat (11/10). Hingga saat ini tidak ada klaim pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut.
"Tanggapan yang tepat akan diberikan kepada para perancang serangan pengecut ini, tetapi kami akan menunggu sampai semua aspek plot diklarifikasi," kata Ali Rabei, Sabtu (12/10).
Pejabat keamanan senior Iran mengatakan, bukti video telah memberikan petunjuk tentang insiden itu. "Sebuah komite khusus telah dibentuk untuk menyelidiki serangan terhadap Kapal Tanker Sabiti, dengan dua rudal dan laporannya akan segera diserahkan kepada pihak berwenang untuk keputusan," kata sekretaris badan keamanan utama Iran Ali Shamkhani.
Ali Shamkhani menjelaskan, serangan ini dilakukan untuk membuat ketakutan dalam pengiriman jalur laut internasional. Hanya saja, keputusan itu tidak akan memberikan dampak.
Serangan terjadi pukul 05.00 waktu setempat dan 05.30 waktu setempat dan menyebabkan kapal Sabiti terbakar. Minyak mentah yang diangkutnya pun tercecer ke laut sepanjang 93 kilometer.
Arab Saudi mengatakan menerima pesan bahaya dari kapal tanker yang rusak, meski kapal terus bergerak dan mematikan transpondernya sebelum dapat memberikan bantuan. Kebocoran dari kapal tanker itu terhenti saat menuju Teluk.
"Kapal tanker itu menuju perairan Teluk Persia dan kami berharap kapal itu akan memasuki perairan Iran dengan aman," kata pejabat yang tidak disebutkan namanya.
Kepala NITC Nasrollah Sardashti mengatakan, para kru selamat dan kapal akan mencapai perairan Iran dalam waktu 10 hari. Armada Kelima Angkatan Laut AS bermarkas di Bahrain mengatakan sedang beroperasi di kawasan itu dan mengetahui laporan tersebut. Namun, mereka tidak memiliki informasi lebih lanjut tentang dua kali penembakan pada kapal tanker Iran tersebut.
Konsultasi risiko politik Grup Eurasia mengatakan, mereka tidak memiliki bukti kuat tentang sosok yang mungkin berada di balik insiden itu. "Kedekatan tanker pada saat serangan ke pelabuhan Jeddah Arab Saudi mungkin menyiratkan rudal mungkin bisa diluncurkan dari kerajaan," katanya.
Teori lain yang masuk akal, menurut Eurasia, itu merupakan operasi sabotase dari Israel. Tujuannya mengganggu aktivitas kapal tanker Iran di koridor Laut Merah saat menuju ke Terusan Suez.
"Kemungkinan ketiga adalah serangan itu dilakukan oleh kelompok teroris," kata Eurasia dalam sebuah pernyataan.
Insiden penyerangan terhadap Sabiti di dekat pelabuhan Jeddah diperkirakan semakin meningkatkan ketegangan antara Iran dan Saudi. Hubungan kedua negara berjalan tidak baik ketika dua fasilitas minyak Saudi Aramco diserang pada 14 September lalu.
Serangan itu dilancarkan memangkas sebanyak lima persen produksi minyak dunia. Pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan, hanya saja banyak pihak percaya kejadian itu dilakukan oleh Iran.
Atas dugaan serangan balasan Saudi, kerajaan belum mau angkat bicara atas peristiwa penembakan kapal tanker minyak Iran. Insiden ini pun membuat harga minyak naik dan bisa menaikkan biaya pengiriman yang sudah tinggi. Dilaporkan kenaikan mencapai dua persen menjadi 60,40 dolar AS per barel.