REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Shinzo Abe mengadakan pertemuan darurat dengan para menteri menyusul Topan Hagibis yang menimpa Jepang, Sabtu (12/10). Abe juga mengirim menteri yang bertanggung jawab atas manajemen bencana ke daerah-daerah yang paling parah dilanda topan.
Abe juga memberikan belasungkawa mendalam kepada keluarga yang meninggal dunia. Dia berjanji pemerintah berupaya menyelamatkan nyawa lain dan harta benda warga Jepang yang terdampak topan.
"Pemerintah akan melakukan segala daya bekerja sama dengan lembaga terkait untuk memulihkan layanan sesegera mungkin," kata Abe dilansir Japan Times, Ahad (13/10).
Pemerintah juga telah membentuk gugus tugas untuk menangani kerusakan. Sejumlah maskapai penerbangan dan perkeretaapian dihentikan akbat topan yang menyebabkan banjir parah di seluruh negeri.
Bandara-bandara utama ibu kota, Haneda dan Narita menghentikan penerbangan. Kereta penghubung ke bandara juga ditangguhkan sehingga memaksa pembatalan lebih dari seribu penerbangan.
Badan Meteorologi Jepang mengeluarkan peringatan bencana hujan tingkat tertinggi. Badan tersebut mengatakan hujan belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurut Kyodo, badan metereologi meningkatkan skala topan dari satu ke lima untuk Tokyo dan prefektur Gunma, Saitama, Kanagawa, Yamanashi, Nagano, Shizuoka, Niigata, Fukushima, Tochigi, Ibaraki, Miyagi, dan Iwate.
Beberapa operator bendungan telah memberi izin membuka bendungan sebagai tindakan darurat untuk menghindari kemungkinan pecahnya bendungan. Topan juga menghantam sebagian Ichihara, Prefektur Chiba pada Sabtu sehingga menghancurkan 12 rumah dan merusak lebih dari 70 rumah lainnya.
Pejabat setempat mengatakan seorang pria berusia 50-an ditemukan meninggal dunia dalam sebuah mobil terbalik karena topan kencang menyebabkan kendaraannya terguling. Di Prefektur Gunma, empat orang meninggal dunia setelah banyak rumah warga tersapu. Sementara di Kawasaki, barat daya Tokyo, seorang pria berusia 60-an ditemukan di sebuah apartemen yang terendam air dan dipastikan meninggal di rumah sakit.
Hingga kini, tercatat 19 orang meninggal dunia dan belasan orang lain masih menghilang. Sementara ratusan orang tercatat mengalami luka akibat bencana alam terbesar selama 61 tahun sejarah Jepang.
"Airnya naik lebih tinggi daripada kepala saya di rumah," kata Hajime Tokuda, seorang profesional keuangan yang tinggal di Kawasaki dekat Tokyo. Akhirnya dia mengungsi ke rumah kerabat yang sayangnya rumah kerabatnya turut banjir sehingga mereka harus dievakuasi dengan perahu.
Di Saitama Higashi-Matsuyama, barat laut Tokyo, petani padi dan bunga menghitung kerugian mereka sebab gudang air yang terendam penuh dengan produk yang baru dipanen. "Kami tidak pernah mengalami banjir seperti ini sebelumnya di lingkungan ini. Kami bahkan tidak bisa masuk ke gudang bunga karena air. Saya tidak tahu harus mulai dari mana membersihkan kekacauan ini," kata seorang petani yang menolak menyebutkan namanya.