REPUBLIKA.CO.ID, MAIDUGURI -- Polisi di Nigeria utara menyelamatkan 67 pria dan anak laki-laki dari sebuah sekolah yang mengklaim mengajarkan agama Islam. Korban dibelenggu dan mengalami perlakuan tidak manusiawi, serta merendahkan martabat.
Operasi oleh petugas keamanan ini terjadi di Katsina, negara bagian barat laut negara asal Presiden Nigeria Muhammadu Buhari. Peristiwa ini kurang dari sebulan setelah sekitar 300 pria dan anak laki-laki dibebaskan dari lembaga yang juga mengklaim hal sama di negara bagian Kaduna.
"Dalam penyelidikan, 67 orang dari usia tujuh hingga 40 tahun ditemukan dibelenggu dengan rantai. Para korban juga ditemukan telah mengalami berbagai perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat," kata juru bicara kepolisian Katsina Sanusi Buba dalam sebuah pernyataan, Selasa (15/10).
Penggerebekan itu terjadi pada 12 Oktober lalu di Sabon Garin di daerah pemerintah daerah Daura, Katsina. Polisi mengeluarkan pernyataan, mereka sedang bekerja untuk menyatukan kembali para korban dengan keluarganya.
Lawal Ahmad, lelaki yang ditahan di lembaga itu selama dua tahun menceritakan pengalamannya menyaksikan kekerasan seksual, pemukulan, dan kematian tawanan lainnya selama dua tahun di sana. "Mereka hanya memukuli, menyalahkan dan menghukum kami setiap hari dengan nama mengajari kami, mereka tidak mengajar kami ketuhanan," ujarnya sembari menangis.
Polisi menangkap seorang pria berusia 78 tahun bernama Mallam Bello Abdullahi Umar. Dia menjalankan rumah tahanan atau penahanan ilegal tersebut.
Pedagang yang tinggal di dekat pusat rumah tahanan bernama Lawai Musa mengatakan, banyak keluarga mengirim pria dan anak laki-laki ke tempat itu karena percaya fasilitas pengajaran agama itu akan meluruskan perilaku nakal mereka. Pusat itu mengklaim mengajarkan nilai-nilai Islam.
"Cara dia memperlakukan anak-anak itu tidak islami. Kami tidak senang, mereka diperlakukan secara ilegal," kata Lawai Musa.
Sekolah-sekolah Islam yang dikenal sebagai Almajiris merupakan lembaga yang umum di bagian utara Nigeria dimana mayoritas warganya Muslim. Muslim Rights Concern (MURIC), sebuah organisasi lokal, memperkirakan sekitar 10 juta anak menjadi murid sekolah itu.
Pada Juni, Presiden Buhari mengatakan, pemerintah berencana melarang sekolah-sekolah itu, tetapi tidak akan segera memberlakukannya. Setelah kejadian di Kaduna, presiden mengeluarkan pernyataan menyerukan otoritas tradisional untuk bekerja dengan pemerintah untuk mengekspos praktik budaya yang tidak diinginkan yang mengarah pada pelecehan anak-anak.