REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Perdana Menteri Pakistan Imran Khan melakukan kunjungan resmi ke Arab Saudi, Selasa (15/10). Perjalanan tersebut merupakan bagian dari inisiatif dan misinya untuk perdamaian serta keamanan di kawasan Teluk Arab.
Menurut keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri Pakistan, dalam kunjungannya ke Riyadh, Khan akan bertemu dengan pejabat tinggi Saudi. Mereka tidak hanya akan membahas hubungan bilateral, tapi juga perkembangan regional.
Hasil kunjungan Khan ke Iran pada akhir pekan lalu diperkirakan akan turut dibahas. Saat ini, hubungan Saudi dan Iran diketahui kembali memanas.
Pada Ahad lalu, Khan bertemu pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Kahamenei dan Presiden Iran Hassan Rouhani di Teheran. Dalam pertemuan itu, Khan, Khamenei, dan Rouhani sepakat tentang perlunya perdamaian di kawasan.
Khan pun menawarkan diri untuk memediasi Iran dan Saudi. “Pada masa lalu, Pakistan menjadi tuan rumah bagi Arab Saudi dan Iran, dan sekali lagi bersedia memfasilitasi kedua negara yang bersaudara untuk mengatasi perbedaan mereka,” ujar Khan, dikutip laman Dawn.
Pada Jumat pekan lalu, kapan tanker Iran bernama Sabiti diserang menggunakan misil saat sedang berada di dekat Pelabuhan Jeddah, Saudi. Serangan itu menyebabkan kapal terbakar. Namun, seluruh awak berhasil selamat.
“Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa tindakan sabotase terhadap tanker Iran telah dilakukan di Laut Merah dan penyelidikan sedang dilakukan,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi tak lama setelah aksi penyerangan terhadap Sabiti terjadi, dikutip laman Mehr News Agency.
Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, Saudi telah membantah terlibat dalam kejadian tersebut. Insiden penyerangan terhadap Sabiti tak pelak menimbulkan ketegangan baru antara Teheran dan Riyadh.
Hubungan kedua negara kembali memanas sejak dua fasilitas minyak Saudi Aramco diserang pada 14 September lalu. Serangan itu dilancarkan dengan mengerahkan 18 pesawat nirawak dan tujuh rudal jelajah. Sebanyak lima persen produksi minyak dunia dilaporkan terpangkas akibat peristiwa tersebut. Aramco diketahui merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia.
Kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, klaim mereka diragukan Barat mengingat kecanggihan dan daya jangkau serangan.
Amerika Serikat (AS) bersama Inggris, Prancis, dan Jerman justru menuding Iran sebagai pihak yang mendalangi serangan ke fasilitas Aramco. Iran telah dengan tegas membantah terlibat dalam serangan terhadap Aramco.