REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vldimir Putin melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk membahas permasalahan Suriah pada Selasa (15/10) waktu setempat. Kremlin mengatakan, pembicaraan tersebut diprakarsai oleh pihak Turki.
Kedua pemimpin membahas situasi di Suriah utara di mana Turki melakukan operasi militer yang disebut Operation Peace Spring. "Kedua pemimpin menekankan perlunya mencegah konflik antara unit tentara Turki dan pasukan pemerintah Suriah," kata kantor pers Kremlin dilansir TASS, Rabu (16/10).
Menurut kantor pers Kremlin, Putin memperhatikan buruknya situasi kemanusiaan di wilayah-wilayah di sepanjang perbatasan Suriah-Turki. "Kepala negara menganggap tidak diizinkan membiarkan gerilyawan dari organisasi teroris, termasuk ISIS (yang dilarang di Rusia) yang dijaga oleh unit bersenjata Kurdi menggunakan situasi ini," kata Kremlin.
Kremlin mengatakan, Presiden Rusia dan Turki telah berbicara dalam mendukung melanjutkan proses penyelesaian politik di Suriah. Keduanya juga menyatakan niat untuk memfasilitasi pengorganisasian sesi Komite Konstitusi di bawah naungan PBB pada akhir Oktober di Jenewa.
"Kedua pemimpin telah mengkonfirmasi kepatuhan mereka untuk memastikan integritas teritorial Republik Arab Suriah pada akhirnya," kata Kremlin. Selama pembicaraan, Putin juga mengundang Erdogan untuk mengunjungi Rusia dalam beberapa hari ke depan. Presiden Turki dilaporkan menerima undangan itu.
Dimulai pada 9 Oktober, Ankara meluncurkan operasi militer Peace Spring di Suriah utara. Operasi itu diarahkan guna membangun zona aman di wilayah utara Suriah, di sepanjang perbatasan Turki tempat para pengungsi Suriah dapat kembali dari Turki. Kantor berita Suriah SANA mengecam operasi Ankara sebagai tindakan agresi.
Banyak pemimpin dunia mengutuk tindakan Ankara. Inggris, Jerman, dan Prancis telah meminta pertemuan Dewan Keamanan PBB membahas mengnai operasi ofensif Turki.