REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengaku tak mengkhawatirkan sanksi yang diterima negaranya karena menggelar operasi militer di Suriah. Sebab, dia telah bertekad menumpas kelompok teror yang selama ini mengancam keamanan negaranya, terutama di wilayah perbatasan.
“Mereka (negara-negara Barat) menekan kami untuk menghentikan operasi (militer), mengumumkan sanksi. Tujuan kami jelas. Kami tidak khawatir dengan sanksi apa pun,” ujar Erdogan pada Selasa (15/10), dikutip laman Anadolu Agency.
Dia mengungkapkan selain menjatuhkan sanksi, Amerika Serikat (AS) turut mendesak Turki mengumumkan gencatan senjata. Sebab, Washington memiliki inisiatif memediasi pihak-pihak yang terlibat konflik. Namun, Erdogan menolak tawaran tersebut. “Turki tidak akan duduk di meja dengan kelompok-kelompok teror,” ujarnya.
Erdogan menegaskan operasi militer di Suriah akan terus berlanjut. Sejauh ini operasi tersebut dinilai masih berjalan sesuai rencana. “Kami mengamankan Ayn al-Arab pada hari keempat (operasi) dan Tal Abyad pada hari kelima dengan membersihkan para teroris. Hari ini, kita telah mencapai kedalaman 32 kilometer. Kami memiliki kendali atas jalan raya M4,” kata dia.
AS diketahui telah mengumumkan sanksi terhadap Turki sebagai respons atas operasi militernya di Suriah. Presiden AS, Donald Trump memutuskan menunda perundingan kesepakatan dagang senilai 100 miliar dolar AS antara negaranya dan Turki.
Trump pun memutuskan menaikkan kembali tarif baja sebesar 50 persen. Menteri pertahanan, energi, dan tiga orang pejabat tinggi Turki turut dikenakan sanksi. Trump menyatakan siap menghancurkan ekonomi Turki jika melanjutkan operasi militernya di Suriah.
“Saya siap sepenuhnya untuk segera menghancurkan perekonomian Turki jika pemimpin Turki melanjutkan langkah yang berbahaya dan menghancurkan ini,” ujar Trump pada Selasa lalu.
Sejak pekan lalu, Turki membombardir kota-kota di timur laut Suriah. Dalam operasi yang diberi nama “Operation Peace Spring” itu Ankara hendak menumpas pasukan Kurdi yang menguasai wilayah perbatasan antara Turki dan Suriah.
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) adalah pihak yang menjadi target militer Turki. SDF dikenal pula sebagai Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG). Mereka mengubah namanya menjadi SDF sejak bergabung dengan militer AS dalam memerangi milisi ISIS di Suriah.
Saat bergabung dalam misi memerangi ISIS, personel SDF mendapat pelatihan dari militer AS. Mereka pun disokong dengan senjata dan peralatan militer. Tindakan AS sempat diprotes oleh Turki.
Turki memandang YPG sebagai perpanjangan dari PKK, kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Ankara telah melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris.