REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Belgia untuk ketiga kalinya telah menerima permintaan dari Mahkamah Agung Spanyol untuk menahan mantan pemimpin prokemerdekaan Katalunya, Carles Puigdemont, Rabu (16/10). Dua permintaan serupa yang diajukan Spanyol, masing-masing pada 2017 dan 2018, ditolak Belgia.
Puigdemont lari mengasingkan diri di Belgia pada musim gugur 2017 dan 2018 setelah para pemimpin separatis Katalunya menyelenggarakan referendum. Pengadilan Spanyol menyatakan hal tersebut ilegal. Para pemimpin juga sempat mendeklarasikan kemerdekaan Katalunya yang berlaku tidak lama.
Mahkamah Agung Spanyol menyampaikan permintaan ketiganya untuk ekstradisi Puigdemont beberapa hari setelah Mahkamah menjatuhkan hukuman terhadap sembilan pemimpin Katalunya lainnya. Kesembilan sosok itu dinyatakan bersalah menghasut upaya memerdekakan diri. Atas tindakan itu, mereka dijatuhi hukuman penjara antara sembilan hingga 13 tahun.
"Dengan mempertimbangkan kerumitan permintaan tersebut dan kedua perintah penahanan oleh Eropa terhadap Puigdemont, kasus ini akan memerlukan analisa hukum yang teliti," kata juru bicara kantor kejaksaan di Brussel.
Ia mengatakan pengkajian tersebut bisa memakan waktu berminggu-minggu sebelum diputuskan. Ia menambahkan masalah utama bagi pihak berwenang setempat adalah memutuskan apakah hukuman soal penghasutan itu diakui di Belgia.
Pengadilan Belgia sebelumnya menggunakan kriteria yang sama dalam menolak kedua permintaan dari Spanyol. Surat perintah penahanan terbaru disampaikan dalam Bahasa Spanyol. Aturan hukum setempat mengharuskan surat tersebut disampaikan dalam salah satu dari tiga bahasa nasional Belgia atau Bahasa Inggris. Spanyol akan mengirimkan surat permintaan yang baru pekan depan.